It's Raining before Sunrise


≈ Remember me when there is sun rising arround you. 
I am remembering you when it is raining. ≈
😀 🙂 😀

Jarak yang perlu saya tempuh untuk sampai ke tujuan, lumayan jauh. Menghabiskan waktu sampai sekitar lima menit. Ini kalau dimanfaatkan untuk melangkah saja, tanpa berhenti walau semenit. Dengan terus melangkah, maka saya akan segera sampai. Tidak seperti biasanya, saya tidak menempuh jalan yang biasanya saya lewati. Karena ada jalan alternatif yang sedang menyiapkan diri untuk saya tempuhi pula. Adapun jarak tempuh saat melewati jalan alternatif ini, memakan waktu sampai sekitar sepuluh menit. Ini kalau berjalan normal. Namun, berhubung saya mau menikmati setiap langkah yang sedang mengayun, serta menghayati pemandangan di sepanjang jalan, saya baru sampai di tempat tujuan dalam jangka waktu dua kali lebih banyak dari yang seharusnya. Apalagi ditambah dengan hujan yang sedang mengguyur alam. Saya ingin berlama-lama bersamanya.

Langkah demi langkah terus menjejak bumi.  Lalu, saya teringat pada sesuatu. Bagaimana kalau tetesan air ini saya abadikan? Yes! Beberapa langkah setelah memasuki gerbang utama kostan di rumah Bapak Darsono, lalu saya meraih my silver eighpy. Saya lihat, ia tersenyum dengan mewahnya. Karena, sesaat lagi, ia akan menangkap beberapa buah picture.  Ia senang saya pun senang. Kami berbahagia bersama-sama. Walaupun hujan masih belum reda, dan tiada sinar mentari, tapi kami tetap menjaga semangat agar ia senantiasa ada untuk menemani. Hari ini akan berakhir. Tidak beberapa lama lagi, ia akan meninggalkan kita dengan aneka kesan dan pesan yang dapat kita petik darinya. Akankah hari ini, bersama hujan yang sedang turun ke bumi, akan tertinggalkan begitu saja? Lalu, bagaimana dengan kehadirannya yang membawa manfaat? Dapatkan kita memetik beberapa hikmah dari hujan hari ini? 

Hujan adalah tetesan air yang turun dari langit. Terkadang, hujan turun pada siang hari, adakalanya pagi, bahkan malam hari pun hujan dapat turun. Ya, karena hujan yang turun sesuai dengan perintah dari Rabb kita. Kapanpun Allah berkehendak, maka segala sesuatu dapat terjadi, tanpa pernah mampu kita halangi. Apalah arti kehadiran hujan yang sedang mensenyumi, kalau kita tidak menyambutnya dengan wajah yang berseri. Bukankah kita tidak pernah tahu, inikah hujan terakhir yang akan kita saksikan? Setelah itu, kita tidak dapat menyaksikannya lagi, karena telah sampainya ajal diri. Lalu, tentang kesejukan yang segera ia tebarkan, dapatkan kita mensyukuri? Walaupun akhirnya, kedinginan segera membaluti ragaku yang setelah sekian lama, berbasah-basah ria. Hahaa… Satu aktivitas di penghujung hari ini, yang segera menjadi jalan sampaikan ingatan saya pada suatu hari yang telah berlalu. Ketika kami, saya beserta banyak teman yang saat itu sedang menempuh pendidikan menengah, berlari-lari di bawah hujan. Ya, ketika kami baru pulang dari sekolah, tiba-tiba mendung menggelayut langit. Untuk selanjutnya, dapat engkau ketahui apa yang terjadi? Hujan. Ya, kondisi yang serupa segera hadir, karena sebelumnya telah ada mendung. Namun, mendung tidak berarti hujan, yaa.

Ada kalanya, hujan turun diawali dengan mendung yang menghitam terlebih dahulu. Namun, terkadang, hujan turun ketika cuaca begitu cerahnya. Hujan apakah ini?  Yang jelas, pasti hujan air yaa.. 

Hujan. Saya sangat suka dengan hujan. Karena hujan hadir untuk menebarkan air yang berasal dari alam bagian atas. Air hujan, datang kepada kita dengan segala kebaikannya. Hujan adalah anugerah tiada terhingga yang sangat perlu kita syukuri. Bersama hujan, kita dapat merasakan kedamaian dan ketenteraman setelah berlama-lama dalam kondisi gerah berkepanjangan. Hingga akhirnya, tetesan keringat yang sebelumnya membanjir ke seluruh raga, aus seketika. Kedamaian itu menebar ke seluruh penjuru yang mampu dijangkaunya. Ya, lokasi yang terdekat dengan turunnya hujan. Karena tidak semua wilayah mengalami hujan pada waktu yang sama. Hujan datang, bergantian. Ada waktunya hujan turun di tempat kita berada saat ini. Pun ada waktunya pula, ia menjauh dari kita, untuk membasahi bagian bumi yang lainnya, di sana.

Hujan. Ketika hujan menyapa, saya segera teringat denganmu, di sana. Engkau yang menjadi mentari di hatiku. Saat hujan mengirimkan karunia pada semesta, engkau rela memberikan kesempatan padanya untuk menyampaikan bakti, pula. Engkau adalah mentari yang begitu mudah mengerti. Engkau ada untuk menjadi jalan yang mengingatkan kami akan arti penting beraneka suasana alam.

Saat mentari bersinar cerah, kita dapat menjalani aktivitas bersamanya. Kalau kesempatan mentari untuk bersinar telah sampai pada waktu untuk berehat, maka ia pun menerima. Mentari, walaupun cerah sinarmu mampu menembus ke lebih banyak penjuru semesta, begitu pula dengan hujan. Mentari dan hujan adalah sahabat yang  tercipta untuk saling bertoleransi. Karena, mereka mempunyai kesempatan yang sama dalam rangka mengabdi.

***

Keesokan harinya, adalah pagi ini…

Ada nuansa berbeda yang terasa. Ammm… Masih adakah kekuatan yang tersisa untuk melanjutkan langkah? Ketika suara kokok ayam jantan mulai terdengar dari kejauhan, tepat sebelum fajar menyingsing, aku terbangun. Rupanya, aku tertidur ketika sedang merangkai catatan pada ujung malam. Hahaaa.. Entah bagaimana hasil yang tercipta, namun yang pastinya pagi ini saya masih sangat ingin melanjutkan rangkaiannya. Karena masih belum mencapai lebih dari dua ribu dua belas karakter. So, lets continue our next step. Tapi sebelum itu, adalah baiknya kita mensegarkan diri terlebih dahulu dengan kembali bermain air, yessss! 😀

***

 Ketika kesegaran suasana alam pada pagi hari kembali menyapa? Apa yang dapat kita lakukan untuk menikmatinya?  Bagaimana denganmu, teman? Dalam keadaan yang tentu saja sangat berbeda dengan kemarin? Sudahkah kita memancangkan tekad semenjak awal hari ini, tentang kemauan untuk mengabdi dan berbakti dalam rangka mewujudkan eksistensi? Saat ini kita masih ada lho,..

Adalah akan menjadi bermakna setiap detik waktu yang kita jalani, kalau di dalamnya kita mendekatkan diri kepada Allah. Karena kita tidak pernah mengetahui, apalagi untuk mengira apa yang akan kita hadapi di hadapan. Bermula semenjak kita melangkahkan kaki keluar dari gerbang rasa, kemudian melanjutkan perjalanan menelusuri arah pikir yang terus membentang, maukah kita terus menjaga kemana perginya raga? Akankah kita membuatnya menjadi lebih bermakna? Lalu, kemana kita akan melangkah hari ini?

Selagi ruh masih bersemayam di dalam diri, saat kaki-kaki jiwa masih bersedia untuk menjadi sahabat kita yang terbaik, maka tersenyum saat memulai hari adalah pilihan. Meskipun mentari pagi belum lagi bersinar. Saat kelamnya sisa-sisa malam masih terlihat di sekitaran, sepi, sunyi, kelam dan apapun jenis suara yang bermunculan, sangat jelas kedengaran. Apakah yang lebih sering kita dengarkan bersama alam? Lalu, bagaimana cara kita dalam menyikapi aneka suara yang pastinya akan segera bermunculan? Ya, sepanjang perjalanan yang akan kita tempuhi, tidak lagi suara kokok ayam jantan dari kejauhan yang akan kita dengarkan. Bukan hanya suara pengajian dari masjid terdekat yang mempunyai kesempatan untuk segera hadir ke indera pendengaran kita. Apalagi azan, ia terdengar hanya beberapa kali saja dalam sehari. Hingga ke ujung malam nanti, maukah kita menyahuti panggilan-Nya? Kita tidak pernah tahu, kapan ajal diri akan menjemput. Ai! Hari inikah…?

Teman, tidak banyak yang dapat kita lakukan dalam kesempatan hidup yang hanya sementara ini. Selagi waktu masih gemar menjadi teman kita dalam meneruskan perjuangan, yuuuks kita ikut dengannya. Karena waktu adalah pengingat yang menjadi jalan sampaikan kita pada tujuan. Bukankah Allah telah menjelaskan dengan sangat perhatian, kepada kita para hamba-Nya tentang waktu. Ya, di dalam al Quran tertera nyata, firman-Nya yang dapat kita baca. Lalu, apakah kita hanya membaca saja, tanpa mau memahaminya?

Terjemahan Text Qur’an Ayat
Demi masa. وَالْعَصْرِ 1
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ 2
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 3

   

Amanah demi amanah kita terima, dari waktu ke waktu ia menemui kita. Lalu, apakah yang mampu kita perbuat padanya? Amanah yang terkadang datang menghampiri, tanpa kita jemput terlebih dahulu. Namun, ada pula amanah yang melekat pada diri kita, saat kita bergerak menujunya. Sungguh! Pesan dan hikmah bertebaran di sekitar kita. Seperti halnya amanah yang datang dengan sendirinya. Maka, sejauh mana kemauan kita untuk dapat mendeteksi keberadaannya?

Amanah, adalah sesuatu yang sangat berat. Pernah saya menyimak akan hal ini, dari siaran radio pada pagi hari, ketika masih di kampung halaman tercinta. Ya, salah satu aktivitas rutin Ibunda pada pagi hari adalah memperdengarkan kami pada salah satu program radio berupa tausiyah. Hal ini yang membuat saya selalu merindui beliau, setiap kali saya mengalami hal yang sama.  Di tambah lagi dengan suasana yang sangat cocok. Ya, ini masih pagi, teman… sedangkan mentari masih belum bersinar. Nah! Dalam suasana yang seperti ini, dipastikan Ibunda telah bangun. Beliau memulai aktivitas semenjak awal hari. Dengan nada pengiring berupa suara merdu dari penyiar radio yang sedang menjalankan tugasnya, kemudian program pun berlanjut.

Salah satu materi yang terngiang jelas saat ini adalah tentang amanah. Saya masih ingat, suara yang saat itu sedang mengalir dengan jelas dari salah satu radio di kampung kami.  Radio Citra FM, senantiasa memprogramkan tausiyah pada rentang waktu beberapa menit setelah azan Subuh hingga setengah jam berikutnya. Nah! Ibunda sangat hapal dengan jadwal ini. Akibatnya, sangat jarang beliau absen dari program yang serupa. Demi buah hati tercinta, beliau menampilkan Citra terbaik pada kami. Ibundaku sayang… terima kasih yaa…

Adapun inti pesan pada tausiyah tersebut adalah tentang nasihat Imam Al Ghazali kepada murid-muridnya. Pada suatu kesempatan, beliau berkumpul dengan murid-muridnya, lalu mengajukan beberapa pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang beliau lontarkan adalah yang jawabannya ‘memikul amanah’. “Wahai murid-muridku, apakah yang paling berat di dunia ini?”. Lalu murid-muridnya menjawab dengan jawaban yang berasal dari pikiran masing-masing. Yang akhirnya dengan bijak beliau mengatakan, bahwa semua jawaban yang disampaikan oleh murid-murid beliau adalah benar. Namun, yang paling benar adalah memikul amanah. Ya, amanah.

Setiap kita, tidak ada yang terlepas dari yang namanya amanah. Apakah amanah yang kita terima sebagai anak, dari orang tua kita? Apakah amanah yang kita terima dari atasan kita, sebagai bawahan? Apakah amanah yang kita peroleh dari para sahabat, sebagai temannya? Apakah amanah yang dengan senang hati, kita terima dari diri kita sendiri? Lalu, bagaimana dengan amanah yang Allah titipkan kepada kita sebagai khalifah-Nya di muka bumi? Peran sebagai khalifah Allah, sedang kita jalani. Karena saat ini, kita sedang berada di bumi-Nya.  Mengemban amanah yang jangka waktunya sudah ditentukan, namun rahasia. Waktu yang kita tidak pernah tahu, kapankah kita menemui akhir perjalanan sebagai seorang khalifah?

Inilah rahasia yang paling besar. Wallaahu a’lam bish shawab.

Rahasia yang akan kita jalani, segera. Rahasia yang menunjukkan betapa sangat tinggi Kasih dan Sayang yang Allah berikan kepada kita. Bukti kasih sayang-Nya, mengalir lewat tetes-tetes hujan yang menimpa diri kita. Bukti kasih sayangnya, yang datang melalui sinaran mentari yang menerpa kulit tipis ini. Semilir angin yang perlahan datang dengan sepoinya. Cuaca yang senantiasa berubah. Masa yang terus melaju dari hari ke hari. Pertukaran siang dan malam yang silih berganti, dapatkah kita mengambil pelajaran dari semua ini? Banyak jenis karakter insan yang kita temui, menemui, kita tinggalkan, meninggalkan, kita temui lagi, menemui kita lagi, kita tinggalkan lagi, meninggalkan kita lagi, lalu kita pun dapat bereuni di sini. Setelah sekian lama tiada kabar dan beritanya, bagaimana kabarmu teman, yang sempat mampir ke sini? Adakah engkau baik-baik saja? Bagaimana kabar keluarga dan teman-teman yang lainnya? Semoga kita kembali jumpa yaa, pada masa reuni akbar di surga nanti.

Ya Allah, kumpulkan kami dengan hamba-hamba-Mu yang shaleh shalihah, yang dapat menjadi jalan bagi kami untuk lebih mendekat kepada-Mu. Hingga kami saling mencintai karena kecintaan-Mu kepada kami.  Izinkan kami untuk teruskan langkah-langkah ini, bersama. Hingga ke ujung perjalanan nanti. Aamiin ya Rabbal’aalamiin.

 Awan yang berarak kemudian menepi, menjadi bahan pelajaran. Langit yang awalnya berhiaskan putih-putih awan seperti kapas yang beterbangan, perlahan buram. Ia pun menyatu menjadi kegelapan. Warna kelabu yang sendu, menjadi pertanda akan turunnya hujan. Ya, sebelum hujan yang berikutnya membasahi alam, mari kita teruskan berjalan. Kalau tidak bergerak, kapan kita akan sampai ke tujuan? Bukankah waktu yang kita miliki tidak akan lama. Hanya hari ini kita ada. Kemarin telah berlalu, sedangkan esok belum pasti.

Ingatlah wahai diri, pada mentari yang akan menyinari bumi hari ini… ia sedang membawa pesan buat kita. Kalau saja mentari sedang berevolusi untuk melanjutkan baktinya pada Ilahi, lalu bagaimana dengan kita yang sedang mengemban amanah sebagai khalifah-Nya di bumi?

🙂 🙂 🙂


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”