Padahal saya suka memandang wajah nan bersih bersama…


Padahal, saya suka memandang wajah nan bersih bersama tatapan mata nan teduh itu. Namun, saya menyadari… bahwa saya belum berhak untuk memandangnya. Apalagi untuk menyimpannya di dalam hati. AHa! Tapi, sure, saya menyukainyaaa… (lha… inikah godaan?).

Berdiri ku dengan anggun, di persimpangan antara dua pilihan. Ya, ini tentang pilihan, wahai teman. Apakah kita memilih untuk memandang yang belum semestinya. Namun hati tak menikmati. Atau, segera kita tundukkan pandangan ini. Lalu, kita menyibukkan masa dengan hal-hal yang memang seharusnya kita lakukan. Karena… engkau percaya pada janji-janji-Nya, kan? Allah Maha Tahu apa yang semestinya menjadi hakmu. Lalu, adakah engkau menjalankan segala Mau-Nya?

Beberapa saat kemudian…

Bersama detak jantung yang bergerak lebih cepat, ku meraih sebuah buku. Ya, buku yang telah ada bersamaku semenjak 1 Januari 2011. Buku yang ku baca berulangkali. Namun, belum juga ku merasa puas padanya. Intinya, ia bermakna bersama judulnya yang menggoda. “Hindari 80 Penyebab Penderitaan”. Oleh: Isfa. Buku yang diterbitkan oleh penerbit Nuansa Aulia pada tahun 2007 ini, mengingatkanku pada sekepinghati yang ada bersamaku sampai saat ini. Wahai, sayangku padanya tak terhingga. Ku ingin terus menjaganya. Agar ia menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, ku mau membeli buku ini, untuknya, specially. Ya. Buku ini sangat cocok untuk ‘hati’, kan friend?

Ya, yuuuks..? Kita membaca judulnya lagi, “Hindari 80 Penyebab Penderitaan”. Judul tersebut, baru saja saya baca dari bagian sampul. Namun, tak hanya kalimat singkat yang terdiri dari beberapa kata saja yang ada di sampul. Akan tetapi, terdapat pula barisan indah nan terangkai rapi, di sana. Coba, kita merenungi bait berikut ini:

“Tidak ada perbuatan maksiat yang membawa manfaat. Jika ada orang yang mengatakan bahwa “Kemaksiatan itu nikmat” pasti perkataan ini keluar dari mulut orang yang telah diperbudak oleh hawa nafsunya, dan menjadi pengikut setia setan. Tapi dalam lubuk hatinya yang paling dalam dapat dipastikan bahwa sebenarnya ia menolak pernyataan kotor mulutnya itu, karena pada dasarnya kata hati itu tidak bisa dibohongi, hanya mulutlah yang seringkali berkata dusta”.

Serta merta, saya merasa ada kelembaban di relung jiwa, sesaat setelah membaca rangkaian kalimat-kalimat ini. Satu bait yang membuat ia ~>dig*dag¤dug…dug¤dag*dig<~ lebih lama. Ai! Reaksinya, itu lho, membuatku tersenyum lebih indah…

Lalu saya berpikir bersama tanya yang hadir, "Apakah ada hubungannya dengan wajah yang ku pandang, sebelum ini, yaa?".

@Karena ku tahu, Allah Maha Tahu.


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”