Suamiku, ADA YANG SEDANG MEMPERHATIKAN KITA


Barakallahu laka wa baraka 'alaik, wa jama'a bainakuma fi khair

Barakallahu laka wa baraka 'alaik, wa jama'a bainakuma fi khair

Suamiku…

Baru beberapa menit yang lalu, kita sah menjadi pasangan suami istri. Lancarnya akad yang engkau ucapkan, semoga menjadi jalan lancar pula langkah-langkah kita yang selanjutnya. Mudahnya engkau mengalirkan suara saat melantunkan janji suci di hadapan para saksi dan wali, semoga mempermudah jalan bagi kita dalam melanjutkan perjuangan bersama. Cerahnya wajahmu saat itu, memang aku tidak melihat langsung. Tersenyumkah engkau, atau bagaimana? Hai, bagaimana dengan debaran jantungmu saat itu. Teratur bertabur kedamaian, kan? Ai! Aku tahu siapa engkau. Keyakinanmu sudah mantab! Yes!

Suamiku…

Bahagianya terasa, engkau begitu berani. Untuk mengikat janji dengan Ilahi. Janji yang engkau rangkai dari dalam hati. Hati yang engkau yakin berada dalam genggaman-Nya. Hati yang berbolak-balik sesuai dengan ketetapan-Nya. Hatimu yang berjanji, atas kehendak Ilahi.

Suamiku…

Atas izin dari-Nya, engkau menjemputku. Engkau membuka pintu hatimu untuk aku masuki. Engkau menjadi jalan baginya untuk bernaung, merasakan kasih sayang-Nya melaluimu. Engkau jalan yang akan membawaku menuju bahagia yang berikutnya. Engkau baik, engkau berbudi, terima kasih atas segala tekadmu.

Suamiku…

Belum lama kita berkenalan. Bahkan tidak sebanding dengan pengetahuanku tentang kehidupan. Perkenalan yang langsung mengikat kita dalam jalinan pernikahan. Betapa indahnya bersamamu. Ada harapan yang terpancang di relung jiwa, ketika engkau menyampaikan semua. Dari beliau yang selama ini menjagaku, kini padamu. Aku titipan dari-Nya. Tolong aku dalam melanjutkan bakti, hingga nanti Allah… Pemilik diri ini seutuhnya, menjemputnya lagi. Untuk bernaung dalam tatap-Nya. Hari itu, akan kita jelang. Engkau dan aku akan kembali pada-Nya. Entah kapan.

Suamiku…

Kesempatan yang engkau manfaatkan dengan sebaik-baiknya, menggerakkan seluruh alam. Saat engkau memangku tanganku dan ia meraih pergelanganmu. Tegap langkahmu. Penuh dengan keteguhan. Engkau adalah imamku, semenjak saat ini. Di sisimu, aku melangkah. Tepat di samping rusukmu. Wahai, ke mana engkau akan mengajakku?

Suamiku…

Ketika engkau berpaling sejenak ke arahku, lalu menyaksikan bagaimana ekspresi yang aku bawa, maka engkau dapat menangkap banyak pesan dari sana. Ada rona yang berbeda dari biasanya. Meski aku tidak menyangka, aku tidak menyadarinya. Aku begitu bahagia berada di sampingmu. Engkau yang akan membimbing aku lagi, saat melanjutkan langkah-langkah kita. Aku memang tidak sekuatmu, aku memang tidak setegapmu. Semoga engkau memahami.

Suamiku…

Ada seberkas sinar yang memancar dari wajahmu ketika itu. Aku melihatnya dari tatapan mata hatiku. Wahai, adakah hatimu merasakannya, bahwa Ada Yang sedang Menatapmu. Ada Yang sedang Memperhatikanmu, untuk selamanya. Bahkan, saat aku mengejapkan mataku sekejap dua kejap, Ada Yang dengan Kebaikannya, selalu Mencurahkan Tatapan-Nya untukmu. Saat aku terlelap, saat aku lelah dan belum lagi mampu melayanimu, Ada Yang Senantiasa Melayani kebutuhanmu. Adakah Engkau menyadari akan Kehadirannya Bersamamu, sayang…

Suamiku…

Engkau benar-benar berharga, bagiku. Apakah engkau menghargai dirimu sebagaimana aku menghargaimu? Bagaimana engkau bersikap terhadapku, adalah cerminan sikapmu pada dirimu. Engkau yang memang manusia biasa, tentu tidak terlepas dari khilaf dan luka. Namun, saat keadaan tersebut engkau alami, semoga terbersit suara dari relung jiwamu yang mulia. Engkau hadapi semua dengan pikiran terbuka. Tidak ada yang sempurna segalanya. Kita hanya hamba. Hamba yang mempunyai tempat untuk Meminta, Mengadu dan Memohon Perlindungan, kapan saja. Dalam berbagai waktu yang kita jalani, IA Senantiasa Ada. Istighfarlah, sayaaang… Mungkin kita belum menyadari saja. Bahwa ada pesan yang sedang terselip bersama beraneka jenis keadaan yang kita temui.

Suamiku…

Dalam waktu-waktu yang berikutnya, kita tidak dapat menerka apalagi menduga, tentang langkah perjuangan. Kita yang sedang melangkah, perlu senantiasa dalam keadaan sadar. Ya, sadar bahwa kita sedang melangkah. Kita sedang melanjutkan perjalanan. Perjalanan yang akhirnya sampai pada tujuan. Kita kini beriringan. Bahagia rasanya, saat berada di sampingmu.

Suamiku…

Kita tidak pernah tahu, bagaimana akhir perjalanan yang kita tempuhi hingga detik ini. Akhir perjalanan yang sangat menentukan, siapakah kita yang sesungguhnya. Wahai, peluklah aku selalu dalam dekapan doa-doa terbaikmu, saat kita berjarak untuk sementara. Karena tidak selamanya kita bersama. Agar aku dapat merasakan kehadiranmu senantiasa, dalam jeda masa yang membatasi pertemuan kita. Ya, dengan cara yang sama, kita dapat mencipta perjumpaan, kapan saja.

Suamiku…

Kini, engkau berada tepat di sisiku. Dalam langkah-langkah tegapmu yang sedang mengayun, ada gemulai gerak kaki-kakiku yang berusaha menyertaimu. Engkau yang sedang menatap ke hadapan, mengalirkan senyuman pada wajahku. Teruskah perjuangan, sayang…. Ada aku di sampingmu.

Suamiku…

Dalam perjalanan yang sedang kita tempuhi, kita tidak berdua. Ada beliau-beliau yang lain, di sekitar kita. Banyak yang sedang memperhatikan kita. Termasuk beliau yang juga sedang melanjutkan perjalanan, seperti kita. Oleh karena itu, kita perlu lebih sering peduli pada keadaan. Baik kala suka, maupun ketika duka menyelingi di jalan kehidupan.

Suamiku…

Ada wajah-wajah yang tersenyum, kita tinggalkan. Ada wajah-wajah penuh senyuman yang akan kita temukan di hadapan. Banyak yang tersenyum di sekitaran. Bapak-bapak, Ibu-ibu, muda-mudi yang sedang meneruskan perjuangan, adik-adik kecil yang masih belajar berjalan, semua menikmati waktu yang sedang berjalan. Dapatkah kita memberikan perhatian terhadap keadaan yang demikian? Bertanya lagi kita bertanya dengan segenap pertanyaan. Bertanya lagi kita bertanya pada sesosok insan yang kini ada di hadapan. Bercermin kita pada lingkungan. Sudah seberapa pedulikah kita dengan keadaan sekitar?

Suamiku…

Telah beberapa lama kita berjalan. Kita sedang menuju pada tujuan. Tujuan yang telah kita tetapkan. Ketetapan yang kita ikuti, karena kita ingin kembali menyaksikan jejak-jejak perjalanan yang tertinggalkan. Kapan, yaa? Terakhir kali kita merangkai senyuman pada wajah-wajah yang sedang menemani.

Suamiku…

Lihatlah ke sekeliling kita. Ada yang sedang memperhatikan kita. Seorang perempuan dalam perjalanan. Ia memberikan beberapa waktunya untuk mengabadikan langkah-langkah kita. Ia juga mendamba pertemuan. Mari kita berdoa untuknya, agar segera menemukan sang imam.

Suamiku…

Lihatlah ke sekeliling kita. Ada yang sedang menatap kita. Seorang laki-laki yang tersenyum. Ia juga belum bertemu pasangan. Hatinya juga mengharapkan perjumpaan dengan sekepinghatinya yang sedang berjauhan. Mari kita berdoa agar mereka dapat berdekatan.

Suamiku…

Mari kita mendoa untuk mereka yang masih belum menemukan pendamping untuk menjadi teman dalam perjalanan. Ketika mereka masih berjauhan, semoga berdekatan. Saat telah berdekatan, semoga bersegera melantunkan janji dalam ikatan pernikahan. Untuk yang sudah berjanji setia seperti kita, semoga berkekalan hingga ke akhir perjalanan. Bersama selamanya, melangkah untuk melanjutkan perjuangan. Karena bersama kita bisa! “Iya, kannn… suamiku,  😀 .”

Suamiku…

Seperti halnya perempuan yang sedang berjalan tersebut, dulu aku juga mendambakan pertemuan. Bertemu dengan pasangan hati yang selama ini berjarak. Berjumpa dengan beliau yang penuh dengan kasih sayang. Bersama dengan beliau yang akhirnya menjadi mahram. Laki-laki sejati yang gemar berbagi, rela memberi. Berjumpa untuk membangun cita dan harapan bersama. Bergenggaman erat, saling menguatkan. Untuk menjadi teman dalam perjalanan. Yang, menerangi siangku sebagaimana mentari menyinari alam. Untuk menjadi pelita dalam gelapnya malam. Ia menjelma rembulan yang tidak akan tenggelam. Malam demi malam, bersamanya. Siang ke siang berikutnya, ada dia. Itulah engkau yang saat ini ada di sampingku. Engkaulah yang selama ini aku idamkan.

Suamiku…

Dulu, sudah sejak lama aku mengingat tentangmu. Tentang figur yang ada dalam pikiran. Sosok yang hadir dalam ingatan. Sosok yang sekepinghatiku ini dititipkan. Engkau muslim yang taat. So pasti gaantenk, penyabar, kaya, ramah. Inilah beberapa buah kata yang tertulis di dalam diariku, tentangmu, wahai yang penyayang. Engkau yang berlimpah cinta dengan ketulusan. Panutanmu adalah Rasul junjungan, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam. Engkau yang menjadikan beliau sebagai teladan, idola sepanjang zaman. Sungguh, bahagiaku tiada terungkapkan lagi dengan kata-kata yang mewujud tulisan. Aku ingin bersamamu selalu, sampai akhir napasku. Inginku menjadi teman terbaikmu dalam berbagai keadaan. Harapku menjadi pendamping yang engkau idamkan pula. Dan kini, harapan bukan lagi harapan. Ia telah menjadi kenyataan. Buktinya, kita sedang berangkulan, pergelangan. Engkaulah teman baikku yang berikutnya. Teman yang menjadi sahabat hati, selamanya.

Suamiku…

Aku menyadari, sebelum bersama denganmu saat ini, memang ada yang sempat mampir di dalam hatiku. Ada yang hadir dalam ingatanku. Ada yang mencuri perhatianku. Ada yang menitipkan sebagian hatinya padaku. Ada yang membawanya beberapa bagian. Ada yang menitipkan bahagia dan beraneka rasa lainnya, di sini, sekepinghatiku. Namun demikian, kehadiranmu melengkapi segalanya. Engkau menjadi jalan yang mampu meluruhkan tetesan rasa yang selama ini ada. Engkau titipkan pula hatimu yang sebagian, di atasnya. Engkau ingin menjadi bagian dalam kehidupanku yang selanjutnya. Karena engkau tahu siapa aku. Walaupun aku belum mengetahui seluruhnya tentangmu. Karena keterbatasanku akan hal itu. Maka aku mengizinkanmu untuk menasihatiku atas apa yang luput dariku. Aku mengharapkan uluran tanganmu yang kekar, untuk meraihku lagi, saat ia terlepas beberapa detik dari genggamanmu.

Suamiku…

Dalam suasana begini, akhirnya aku menyadari bahwa engkau benar-benar ada. Engkau yang selama ini hadir dalam ingatan saja, sudah berjalan di sampingku. Engkau yang sama-sama mempunyai cita, sepertiku. Engkau yang sempatkan waktumu untuk memberikan perhatian terbaik padaku, tolong ingatkan aku akan hal ini, saat ia terlewat. Karena engkau adalah alarm dalam kehidupanku. Ya, engkau dentingkan detak jantungku ketika aku mengingatmu. Engkau menjadi jalan ingatkan aku pada Allah, setiap kali aku mengingatmu. Sayaaang…. tolong terjagakan aku lebih sering, karena begitu giatnya engkau menjaga dirimu, dengan cinta tertinggimu. Aku ingin bersamamu slalu, seperti saat ini.

Suamiku…

Ketenteramanku rasakan,

Kelengkapanku miliki,

Kebahagiaanku ukir,

Dengan hadirnya engkau, adakah engkau juga?

Terasa kesejukan kalbuku,

Terbuai oleh rayuanmu,

Mensahuti panggilanmu, damaikan jiwaku,

Memperhatikan langkah-langkahmu, gerakkanku untuk mengikutimu,

Mendengarkan alunan nada suaramu, menyimakku lebih konsentrasi,

Membaca bait-bait kata yang engkau ucapkan, kembalikan kesadaranku,

Walau sederhana, tapi di balik semua itu terkandung sejuta rasa,

Bagiku, engkau permata hati, berkelipan berkedipan,

Pancaran kasih, pesonamu menawan,

Kewibawaan yang melekat padamu, menelusuri setiap napasku,

Melangkahlah lagi, untuk maju,

Teruskanlah lagi, hingga tujuan,

Aku ada bersamamu, tepat di sisimu,

Permata hatiku, tersenyumlah lebih indah, bersamaku di sampingmu…

Sayangku, ah! Sudah pantas engkau ku sebut sayang,

Kasihku, yes! Sudah tepat untuk memanggilmu kekasih,

My darling, ai! Kalau bahasa yang seperti ini bagaimana?

Atau, bagaimana kalau ku panggil namamu saja, hehee…!  😉

Suamiku…

Kurang sempurna rasanya, kalimat yang ku susun, tanpa kalimat-kalimat darimu. Belum yakinku kelengkapan suara yang mengalir, tanpa suara jiwa yang engkau nadakan. Kurang berbobot jadinya, setiap untai kata yang tercipta untuk melukiskan setiap suara hati yang sampaikan rasanya, tanpa peranmu. Tak mampu bibir berucap karena banyaknya kata-kata yang ia hadirkan. Belum lagi mampuku menyelaraskan irama, ‘tuk mencurahkan nada-nada bahagia. Hanya mata yang bicara, ‘tuk melukiskan segenap suara yang ada. Mencurahkan gejolak dari dalam dada. Menumpahkan getaran kalbu.

Suamiku…

Banyak kata yang akan terungkap, beribu kata yang mengalir segera,

Bertumpuk gundah yang melimpah, ia tersimpan di lubuk hati yang penuh dengan air, membasahi relungnya,

Masih ada cinta yang berwujud,

Beraneka kata mengungkap kasih, memampangkan bahagia,

Rindupun terlihat dari setiap barisan kalimat yang tercipta,

Semuanya membekas lewat detik detak yang tersuarakan,

Setiap kata yang terucap,

Banyak senyuman yang memekar,

Lirikan mata yang seakan menyapa, untuk sampaikan segenap rasa, ia ada.

Tapi, siapa yang menyadari, semua tak tahu; hanya ALLAH Yang Maha Tahu, segalanya.

Suamiku…

Dulu, pada masa laluku, ada bait-bait kalimat yang ku cipta dalam memaknai cinta. Sebelum aku berjumpa denganmu. Pada saat aku masih berada dalam ingatan atasmu. Ketika dalam relung hatiku terbersit suara untuk kuhadirkan. Agar engkau tahu, bahwa aku merindumu sejak lama. Bahkan sebelum aku mengenal cinta pada laki-laki, dan laki-laki itu adalah engkau, sayang….

Suamiku…

Saat ini, aku mau kabarkan engkau tentang sebuah berita. Ya, berita yang kucipta sebelum engkau ada di sisiku, seperti saat ini. Berita tentang banyak hal yang pernah aku jalani sebelumnya. Berita yang menurutku, perlu engkau tahu. Berita yang membuatku bertanya atas kehadirannya. Tanya yang membuatku ingin engkau jawab. Karena aku tahu, engkau mempunyai pemahaman tentang hal ini. Berita yang akhir-akhir ini memberikan perhatian penuh padaku. Berita dari masa depan yang aku bahkan belum bertemu dengannya. Berita ini tentang hari esok,.. hari esok yang akan kita jalani. Siapakah diantara kita yang terlebih dahulu akan menjalaninya?  Berita tentang kematian.

Suamiku…

Kalau pun engkau telah mengetahui tentang berita ini semenjak dahulu, tolong beri aku beberapa jenak waktumu. Ya, waktu yang engkau sisihkan untuk mengembalikan ingatanku padanya. Pada berita yang aku juga pernah mengetahuinya, walaupun hanya dalam ingatan. Semoga, dalam banyak waktu yang akan kita jalani berikutnya, ingatan pada berita tersebut lebih sering adanya. Agar kita dapat mempersiapkan segalanya, sebelum ia benar-benar menemui kita.

Suamiku…

Inilah salah satu catatan tentang masa depanku, saat telah bersamamu.

***

Suamiku…

Hari ini, aku sedang dan masih mengimpimu. Itu bukanlah engkau, suamiku. Picture di atas adalah sepasang pengantin yang ku temui ketika sedang melanjutkan langkah-langkah kaki ini pada suatu hari. Hari itu ada waktu luang dari aktivitas biasanya.  So, ku sempatkan waktu untuk berkeliling ke tempat-tempat yang belum pernah ku kunjungi. Yah, lokasi tersebut ada di sisi bagian kanan Musium Geologi Bandung. Tepatnya di sebelah kananku berada saat itu, ada sebuah masjid. Nah! Kedua pengantin berasal dari Masjid tersebut. Keduanya telah melangsungkan akad nikah.

Hari itu, tanggal delapan April tahun dua ribu dua belas. Pada tanggal tersebut, berarti sudah hampir enam tahun ku di kota ini. Namun, saat itulah hari pertamaku berkunjung ke sana. Betapa mengharukan, yaaaa….

🙂 🙂 🙂


3 comments

  1. waah..dah lama gag brkunjung kesini..
    ternyata uni udah nikah ya??
    Slmat yaa uni..smga mnjdi kluarga sakinah, mawaddah, dan warrahmah..
    kok gag ngudang2 uni??hehe

    • Hai…. 😀 Yourha Sayang, cantik anak maniiiiss… Itu bukan Uni lho,, calon suaminya masih di jalan… hohooo…. Semoga pertemuan kan segera menjelang. Doain yaaaa…. ^^


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”