Dedication to Tasks


Dengan Mata Terbuka, Kita Dapat Melihat Alam
Dengan membuka mata hati, kita melihat pengetahuan dan pengalaman dari setiap keadaan

Hari Jum’at tanggal dua puluh tujuh Januari 2006 pukul 08.30 WIB aku berangkat ke Padang. Pukul 15.05 berangkat ke Jakarta. Perjalanan 1 jam 30 menit. Kira-kira pukul 17.00 nyampe di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng. Menginap dua hari di rumah Pak Etek Mai.

Hari Minggu tanggal dua puluh sembilan Januari 2006 pukul 11.00 WIB berangkat ke rumah Bapak/Ibuk di Pondok Bambu. Sampai ketemu lagi Kak Nita, bye…!!! Sorenya, nyampe dech di sini. Jl. Bambu Apus Raya RT 003/10 Jakarta Timur, Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit Propinsi DKI Jakarta. Malamnya, Ibu mengajak belanja ke Carrefour.

Nah! Hari Selasa tanggal tiga puluh satu Januari adalah tahun baru Islam 1 Muharram 1427H. Kita menghadiri peringatan tahun baru di Masjid As-Syakirin Jakarta Timur bersama Ustadz Jefry Al Bukhary. (Uje…)

Nah! Sabtu tanggal empat Februari 2006 kita ke Kebun Raya Bogor, lho!

Sedangkan Sabtu tanggal sebelas Februari 2006 kita ke Bandung pukul 10.00 siang. Nginep di hotel semalam, dan Minggu ke pasar baru Bandung. Pulangnya pukul 09.00 malam bersama One, Mak Wo, Mba Nur, Ibuk, Bapak and Mas Deny. Pokoke rame-rame, lho! Menikmati indahnya surga dunia. Bapak mengasihku uang sedangkan Ibu membelikanku sepatu.

Hari Senin tanggal tiga belas Februari kita di rumah aja, di Jakarta.

Sekarang (dalam catatan tanggal dua puluh Februari 2006), kacian aku. Tinggal di rumah sendiri. Tau nggak, semua pada keluar, lho! Mo gimana lagi. Tapi ngga papa dech, mama aja.

Mau tau ke mana beliau semua?

– Nenek dua ke Purwokerto

– Ibuk dan Bapak ke Bandung

– Mbak Nur ketemuan

– Mas Deny juga jalan

Sebenarnya aku ngeri juga, lho, ditinggal sendiri kayak gini. Jangan-jangan ada apa-apa ya? Oh, ya… Kemarin, kita juga jalan-jalan, lho ke Ramayana yang deket Pondok Gede. Tapi nggak beli apa-apa, lho. Cuma sightseeing doang.

Aku akan tetap sabar menjalani. Aku yakin pada-Nya. Ya Allah, Engkau akan tetap memberi yang terbaik buatku. Demi masa depanku kelak, pada suatu hari nanti. Aku hanya percaya pada-Mu ya Rabb.

Hingga kini, aku sangat betah di sini. Karena aku menemui orang-orang yang baek semua. Bapak, Ibu, Mba dan Mas Deny, juga nenek One (almarhumah). Makanya, aku merasa seperti di rumah sendiri aja. Mengapa??? Karena aku memiliki keluarga di sini selengkap di rumah. Akan tetapi engga ada adik.

Begini ceritanya:

*) Bapak dan Ibuk menjadi orang tuaku di sini.

*) Jika di rumah ada kakak-kakakku Own dan Onna, maka di sini aku juga punya dua orang kakak yaitu Mas Deny dan Mba Nur. Mereka berdua sudah seperti kakakku sendiri. Karena adanya kemiripan karakter diantara keduanya dengan dua orang kakak kandungku.

Mas Deny.  Beliau hobi volley dan sangat jarang di rumah. Kebiasaan tersebut mengingatkanku pada Own my brother. Karena Own juga punya kebiasaan begitu. Akan tetapi Own mempunyai hobi bermain sepak bola. Sampai dari cara berbicara beliau pun, aku menilai ada kemiripan. Wah! Makanya, aku menyegani dan memperlakukan seperti kakakku. Aku ga macam-macam, berbicara yang perlu-perlu saja dan tidak usah cengar-cengir karena Own engga suka kalau aku kaya gitu. Nah! Demikianlah, cerita tentang kakakku yang laki-laki. Dan bagaimana aku memperlakukan beliau. Aku tunjukin bahwa aku adalah seorang adik yang baik. Adik yang menghormati kakaknya dan oke, dech.

*) Lalu, kalau di rumah ada Onna, maka di sini aku punya Mba Nur. Orangnya baik, dan semirip juga dalam sikap dengan Onna. Aku bahagia banget saat ini.  Kini, Mba Nur adalah sahabatku. Berhubung beliau sering curhat ke aku tentang masa muda yang berliku.

Kini, di sini, aku menemukan kembali kebahagiaanku yang tertinggal di rumah. Terima kasih ya Allah. Syukur aku ucapkan pada-Mu atas segala nikmat yang telah aku peroleh hingga detik ini. Tiada dayaku, tanpa pertolongan-Mu Ya Allah. Lindungilah hamba-Mu ini selalu ya Rabbi. Ku memohon pada-Mu…

Di sini, aku menyadari siapa aku. Aku ke sini, untuk berjuang… berjuang… berjuang. Walau bagaimanapun, aku akan tetap berjuang. Dengan cara apapun yang penting halal. Biarlah untuk saat ini aku begini, asalkan nanti aku bisa berubah. Merubah hidup untuk masa depan. “HIDUP LEBIH BAIK DI HARI ESOK. KU SYUKURI NIKMATMU YA ALLAH.”

Aku bersyukur walau jauh dari orang tua. Aku jalani hidup ini dengan tenang. Karena ini adalah rahmat-Mu yang tidak ada tandingannya ya Allah. Inilah tanda kasih sayang-Mu padaku ya Allah. Engkau melimpahkan ketenangan di hati ini. Engkau mengirimkan angin kesejukan ke pikiran ini, dan Engkau menyampaikan rezeki berupa makanan untuk lambung ini. Thank you Allah, Thank you Allah.

Engkau izinkan diri ini beribadah lebih banyak ya Allah, yang sebelumnya hanya ada di dalam idaman. Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, dapat melaksanakan shalat sunnah, puasa sunnah, shalat Tahajjud, berjilbab, bangun lebih awal, dan semua itu adalah karena izin-Mu ya Allah. Tanpa Engkau mengizinkan, maka mustahil diri ini bisa. Akan tetapi kini, diri ini berniat ke tanah suci-Mu ya Rabb untuk beribadah haji. Perkenankanlah ya Allah. Berilah izin dan bukakanlah pintu bagi diri ini untuk meneruskan perjalanan ke Baitullah, ya Allah, bersama kedua orang tua dan orang-orang yang sangat hamba sayangi. Mudahkanlah jalan bagi kami untuk menuju rumah suci-Mu, dalam ridha-Mu.

Tanggal dua puluh satu Februari 2006, kami kembali jalan-jalan seperti biasa. Ke Pondok Gede menuju rumah Mba Atin adalah tujuan kami. Berangkat pukul 12.00 WIB and Mba Atin menraktir baso. Trim’s ya Mba Atin.

Eh, saat mau pulang, kehujanan. Hujannya gede dan anginnya kencang kalee bo’. Nah! di perjalanan pulang, di angkot yang kami tumpangi arah Pangkalan Jati ada suami istri yang sedang perang mulut. Malah suaminya sampai ‘menempelkan payung pada’ istrinya dengan kuat! Betapa teganya. Tidak mampukah ia menahan emosinya? Sudah sebegitu tegakah ia pada orang yang sebenarnya sudah menjadi tanggung jawabnya……???? Dengan rela kedua orang tua istri menyerahkan tanggung jawab pada buah hati yang beliau sayangi semenjak kecil. Akan tetapi, mengapa malah suaminya menyia-nyiakan amanah itu????? Lupakah ia bahwa sesungguhnya “MENYIA-NYIAKAN AMANAH ADALAH DOSA BESAR???”

Masya Allah.

Hanya Engkau yang Tahu ya Rabb. Berilah sang suami petunjuk untuk segera menyadari dan bertaubat atas khilafnya. Jangan engkau biarkan hal yang sama berlarut dengan kondisi yang serupa.

Kaum kami yang Engkau ciptakan sebagai makhluk yang lemah (fisik) kuatkan dan peliharalah hati kami. Lindungi kami senantiasa. Ya Allah, kirimkanlah kepada kami pemimpin yang shaleh, sabar, ‘alim dan bertanggung jawab, bertaqwa, kaya, kasih sayang kepada kami dan dermawan serta memiliki sifat-sifat yang dicontohkan oleh hamba terbaik-Mu sebelum kami. Dan jadikanlah ia sebagai panutan kami yang akan mendidik dan mengajari kami atas kebelumtahuan ataupun saat khilaf/salah. Yang akan menegur kami dengan lemah lembut, dan mengingatkan kami akan perintah dan larangan-Mu, ya Rabb.”

Maunya sich,,, :INSYA ALLAH:

– Tidak perokok
– Kaya yang dermawan

– Taat dan bertaqwa

– Sehat rohani dan jasmani

– Penyayang dan penyabar

– Pengertian dengan keadaanku

– ‘Alim (berwawasan luas; ilmunya)

– Seiman dan sekeyakinan

– Memiliki visi mencapai ridha Allah subhanahu wa Ta’ala.

Tanggal dua puluh enam Februari 2006. Hari ini, aku punya banyak cerita lho, Dy . . .

***

Rangkaian kalimat-kalimat di atas adalah beberapa lembar catatanku semenjak mula menjejakkan kaki di perantauan. Catatan yang aku rangkai lengkap sebulan pertama jauh dari keluarga. Aku pun tersenyum saat membacanya lagi hari ini. Catatan yang ku tulis dalam berbagai kesempatan. Tepatnya, di sela-sela aktivitas yang aku jalani dalam hari-hari. Ai! Sempat-sempatnya curhat di diari. Namun demikian, aku bahagia. Karena aku menjadi tahu tentang apa yang aku alami. Aku mengerti tentang perasaan yang aku jalani. Dan aku ingat apa saja yang aku lakukan. So, ketika saat ini aku mempunyai kesempatan untuk membacanya lagi, berarti aku perlu mengembalikan ingatan pada aktivitas utamaku berada di sini. Untuk apakah?  Untuk berjuang. Yach, berjuang. Berjuang demi hari esok yang lebih baik. Karena aku ada di sini, bukan tanpa sebab.

Semenjak aku mengenal betapa indahnya berbagi, maka aku pun menjadi rajin merangkai huruf demi huruf di dalam lembaran diari. Tidak kenal waktu, memang. Baik siang, pagi, sore ataupun malam hari, aku menitip suara hati. Pada lembaran kertas putih bergaris yang saat ini sudah mulai usang, aku pernah menitipkan cita. Aku pernah merangkai harapan bersamanya. Dan hingga saat ini, harapan demi harapan tersebut masih ada.

Terkenang awal mula kami bersama, saling berbagi. Diari yang rela aku coreti dengan apa saja, tidak pernah marah padaku. Bahkan saat aku menitikkan airmata di atas lembarannya yang kering. Ia tidak mencubitku ketika tiba-tiba lembarannya basah. Ia masih saja sanggup menampung curhatku dalam berbagai ekspresi.

Hingga saat ini, aku menyadari. Ternyata, sudah lama sekali aku tidak menulis di dalam diari. Dan aku melihat satu persatu buku-buku tersebut sudah pada penuh. Setelah aku teliti setiap lembarannya, memang sudah tidak ada lagi yang kosong. Berarti, aku perlu menyiapkan buku yang baru, kalau aku akan menulis di dalam diari lagi. Dan hingga saat ini aku belum menyiapkannya. So, aku masih ada di sini.

Saat ini, aku kembali merindukan saat-saat merangkai susunan kalimat di dalam kertas putih atau berwarna-warni yang bergaris itu. Aku sangat ingin menyaksikan tulisanku. Apakah masih rapi seperti yang dulu? Ataukah sudah banyak perubahan? Dan aku yakin, pasti sudah berubah, decch. Karena aku tahu, bahwa segala sesuatu, apabila sudah lama kita tinggalkan, maka akan terdapat perubahan. Tidak lagi seperti yang dulu.  Hal ini berlaku pula untuk tulisan tangan. Waah… Aku penasaran, bagaimana dengan tulisanku yach?

Lama aku menatap lembaran dunia maya. Lama juga aku merangkai huruf demi huruf di dalamnya. Hingga aku menjadi terbiasa dengan mengetik. Tinggal menekan huruf demi huruf satu persatu, maka akan terciptalah kata demi kata.  Pernah, memang, aku membayangkan hal yang seperti ini, sebelumnya.  Jauhhhhh, jauuuuuuuh, jauh hari sebelum keberangkatanku ke perantauan. Pada saat yang sama, aku merangkai cita di dalam ingatanku. Bahwa aku sangat ingin mengetahui perubahan apa saja yang terbaru dan terjadi di dunia. So, kini semua seakan terjawab sudah. Aku seringkali mengagumi. Kagumku yang tiada henti, pada Pemilik diri ini.

Ya Allah, ingin terus ku mensyukuri hari-hari yang engkau titipkan, dengan mengabadikannya sedemikian rupa, di sini. Namun akhir-akhir ini, aku mempunyai aktivitas lebih penting yang seharusnya aku lakukan. Walaupun di sini aku mau menulis setiap hari, namun bukankah yang lebih penting itu perlu?

Ketika awal merangkai catatan di dunia maya, aku berhasrat untuk tidak meninggalkannya walau beberapa hari saja. Namun saat ini, aku izin untuk sementara. Agar, yang lebih penting dapat terlaksana dan tuntas segera. Karena aku ingin melanjutkan perjuangan. Meski tidak selalu di sini. Demi masa depan yang lebih baik. Walaupun rindu hati untuk bertemu dan bercakap-cakap denganmu wahai lembaran maya, akan kembali menarik-narikku untuk mengetikkan huruf-huruf di lembaran ini, aku akan urungkan. Sebelum tugas penting yang harus aku selesaikan, tuntas. Aku berjanji melakukan yang terbaik. Bersama yakinku.

Semoga, dalam kesempatan terbaik, kita kembali dapat bersama di lembaran ini. Mudah-mudahan saja, aku masih ingat dengan jalan menuju ke sini dan kunci gerbangnya masih yang lama. Semoga kita masih saling mengingat, walaupun aku kembali tidak segera. Namun aku berjanji akan menjengukmu pada suatu hari nanti. Ya, setelah aku menuntaskan tugas penting yang menentukan masa depanku. Sekaligus memberikan bukti bahwa aku sangat menghargai diriku sendiri. So, aku seperlunya saja menjengukmu yaa. Tolong maafkan aku. Karena kita masih sahabat, walaupun ketika aku datang nanti, engkau sudah tiada. Ataukah aku yang tiada?

Aku yakin, kita masih mempunyai kesempatan untuk berjumpa.
Ya, setelah aku kembali ke daratan.

Kini, di dalam lautan penuh dengan aneka makhluk-Nya, aku sedang bermain-main. Bersama mutiara-mutiara yang masih bersemayam di dalam cangkangnya, aku belajar bagaimana cara menjadi jelita sebagaimana ia yang berbinar. Bersama rumput laut yang saat ini sudah melambai-lambaikan tangannya, aku berlatih, bagaimana cara agar menjadi lebih bernilai sebagaimana ia.

Di sini aku yakin tidak sedang sendiri. Karena aku menyambut sapaanmu berupa doa yang engkau suarakan dari dalam hatimu terdalam. Dengan doa pula, aku menyapamu yang sedang berkunjung di dalam ingatanku.

Ai! Memang berat rasanya perpisahan ini, namun hanya sementara. Aku ingin kembali lagi di sini. Untuk meneruskan menyusun huruf demi huruf.  Huruf yang berikutnya adalah “E”, yaa.

Hmmm… Saat ini, aku sudah siapkan judul catatan dengan inisial “E” ini, teman. Adapun judulnya adalah “Enam Bulan Tak Bersamamu, Bagaimana Kabar Teman?”

“Hai teman, bagaimana kabarmu? Setelah enam bulan lamanya, kita belum lagi dapat bersapa dalam susunan huruf yang tercipta. Apakah engkau masih ingat denganku?
Aku yang sempat berpamitan padamu pada tanggal satu November tahun 2012. Kini aku datang lagi, dalam tahun yang telah berganti. Tahun 2013.  Aaaiiiccc! Dan ada kabar baik buatmu, teman. Alhamdulillah, aku telah  menyelesaikan tugas penting yang seharusnya aku kerjakan. Dengan nilai yang memuaskan, predikat cumlaude…!!  Aamiin ya Rabbal’aalamiin. 🙂 Terharuu, sangat! Dengan hasil ini. Semua bukan karena usahaku saja, namun berkat doa’doamu yang tulus, teman. Terima kasih ya. Atas Izin-Nya yang utama, sehingga beragam proses yang aku jalani, menjadi lebih mudah, lancar dan penuh dengan hikmah.

“Ini adalah buktinya,” seraya ku persembahkan padamu sebuah buku tentang perjalanan hati, pikir dan raga dalam menunaikan tugas.

“Tugas apakah, friend…??,” tanyamu.

Engkau tidak perlu bertanya, teman. Silakan membaca keseluruhannya. Karena catatan tersebut ku persembahkan sebagai oleh-oleh.

🙂 🙂 🙂


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”