Satu, Dua, Tiga…


“Satu, dua, tiga…” Aku kembali melangkah. Bersama derap yang mulai ramai. Ada langkah-langkah kaki di sekitarku. Langkah-langkah yang bergerak dengan cepat, gesit, dan penuh dengan motivasi.

Berikan Perhatian pada Saat Ini

Berikan Perhatian pada Saat Ini

Ketika melangkah, jangan setengah-setengah. Apalagi melangkah dengan setengah hati, janganlah! Walaupun engkau tahu bahwa hati yang sedang engkau bawa melangkah saat ini, tidak lengkap lagi. Jangankan utuh, setengah pun ia sudah tidak sempurna lagi. Hati yang hingga saat ini sedang membersamaimu, perhatikanlah ia dengan lebih baik. Karena keberadaan dan kondisinya yang sudah engkau ketahui itu. Ya, ia yang telah berkeping-keping, tidak lagi utuh. Ia yang seringkali menggeliat atas panas yang ia rasai pada suatu waktu. Ia yang tiba-tiba tenang dengan mudahnya, ketika ia menemukan ketenteraman dan kedamaian. Dalam nuansa penuh kesejukan, engkau dapat memperhatikan perubahan demi perubahan yang ia alami. Lalu, sudah sampai sejauh apa engkau memengerti akan kondisi terbarunya?

Melangkahkan kaki, engkau bersama-sama dengannya. Karena ia merupakan bagian dari dirimu yang hampir setiap saat engkau bawa serta ketika menjelajah alam. Banyak jalan yang engkau lalui, bertemu persimpangan, jalan mendaki, penurunan pun jalan lurus yang membentang dengan indahnya. Terkadang engkau tersenyum ke sekeliling, tidak jarang pula engkau menunduk penuh dengan perenunganmu yang mendalam. Engkau perlu tunjukkan pada dirimu sendiri, bahwa engkau dapat memberikan bukti bahwa engkau masih mau melangkah. Engkau berjuang untuk terus berubah dari keadaan sebelumnya yang hingga saat ini masih melekat pada dirimu. Engkau juga tak suka ketika engkau berbuat hal yang menyisakan kegetiran bagi hati-hati yang lain. Engkau juga tidak ingin bukan, apabila ada yang menghadapimu dengan wajah yang penuh kerutan dari dahi hingga ke dagu. Engkau juga tidak menginginkan apabila ada yang kecewa atas sikapmu dan berkata, “Yang saya inginkan bukan begini dan seperti ini, namun begini dan begini…!. Seraya melipat wajah yang sedari tadi sudah berlipat-lipat. Engkau pun menunduk karena menyadari sikapmu. Lalu, engkau bertekad untuk berubah, menyesuaikan diri dengan perubahan, lalu mempersiapkan segala hal untuk melangkah lagi.

Engkau memang tidak dapat mengabulkan semua keinginan sesiapa yang sedang berada di dekatmu. Namun engkau yang hingga saat ini masih ada bersama beliau, dapat melakukan sebaik-baik kebaikan yang dapat engkau perbaiki. Engkau dapat memperbaiki sikapmu, memperbaiki cara berpikirmu, mengembangkan diri dan menambah pengetahuan. Engkau masih mempunyai kesempatan terbaik untuk melakukan yang terbaik, saat ini. So, jangan serta merta lemah, lalu patah ketika ada yang menyentuh hatimu. Jangan pula engkau berkeluh apalagi menyampaikan ucapan-ucapan yang bernada marah ketika ada yang menasihatimu. Terimalah banyak masukan yang membangun, berlapang dadalah saat memperoleh pesan dan tersenyumlah. Kemudian, lanjutkan perjalanan pikir ke arah yang ingin engkau tuju. Bersama tekad, hasrat dan niat yang semenjak semula telah engkau bawa sebelum melangkah, melangkahlah lagi. Perhatikan beliau yang sedari tadi berada di hadapanmu, walaupun beliau marah. Tataplah gurat-gurat yang mulai tercipta pada sisi wajah beliau yang beberapa saat kemudian mulai terlihat ramah. Perhatikanlah, perhatikanlah kedua bola mata yang semula memerah. Kini, ada kesejukan yang beliau titipkan di relung hatimu yang semula berdarah. Ai! Engkau yang sempat terluka, mungkin. Engkau yang akhirnya menerima obat penyembuh, segera. Ya, beberapa saat setelah hatimu itu ditulisi dengan tetesan tinta mewujud sebuah kata bernama, ‘Salah’.

Salah, engkau salah. Akuilah apabila memang engkau salah. Lalu, engkau pun sudah tahu bagaimana yang semestinya engkau perbuat, ketika salah. Bermaafanlah. Maafkan kesalahanmu, lalu biarkan ia berlalu. Ucapkan selamat jalan padanya. Ia yang beberapa saat lalu sempat membersamaimu ketika melangkah. Lalu, tinggalkanlah ia dengan tidak lupa mengucapkan terima kasih padanya. Ia yang secara tidak langsung telah mengajarkanmu satu pengalaman. Bahwa dari kesalahan engkau akhirnya tahu yang benar itu seperti apa. Dan, kesalahan pun mengajarkan bahwa kita mampu menjadi lebih berarti dan berbuat yang benar.

Tidak semua orang mempunyai pengalaman yang sama dengan apa yang kita alami. Kesalahan cukup hanya sekali. Setelah itu, bersiaplah untuk tidak membersamainya lagi. Cukup temui ia sekali, kemudian tersenyumlah padanya. Untuk selanjutnya, berlalulah darinya dan biarkan ia berlalu pula.

Kesalahan tidak menjadikan orang-orang yang menang, patah ataupun lemah. Karena setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Baik beliau seorang petani yang bertemankan lumpur di tengah sawah, ataupun para nelayan yang sedang berada di lautan bersama ikan-ikannya. Beliau-beliau pasti juga ada salah. Salah saat menemukan arah, salah saat menentukan arah. Beliau pun terkadang salah terka, tentang cuaca hari ini. Awan yang semenjak pagi berarak rapi, secara perlahan-lahan akan mengumpul menjadi satu, membentuk awan hitam lalu turunlah hujan. Baik petani ataupun nelayan, tidak dapat menentukan apakah hari ini hujan ataukah tidak. Sedangkan beliau perlu terus berlayar, walaupun cuaca telah berubah. Karena ada satu harapan yang sedang beliau bawa. Hasil perjuangan saat mengarungi lautan, berupa ikan.

Pun petani, juga begitu. Ketika musim hujan, beliau tetap turun ke sawah. Karena, memang masanya bertanam, menyiangi, ataupun menjaga tanaman padi dari serbuan beburung yang sedang mencari bahan makanan. Petani tidak merasa ada yang menghalangi, untuk tetap turun ke sawah. Karena, petani mempunyai harapan akan hasil panen yang melimpah. Petani begitu gigih, ulet dan rajin. Tekun, penuh dengan motivasi dan berjuang sepenuh hati. Beliau-beliau para petani maupun nelayan, sebagai salah satu contoh di sini, perlu kita jadikan teladan. Yaitu, tentang perjuangan yang tidak pernah mengenal lelah. Yah.. Karena ayahku adalah petani, maka aku bahagia mengisahkan tentang perjuangan petani yang beraktivitas di sawah.

Hanya dengan mengembalikan ingatan kepada Allah, kita dapat menemukan pencerahan dari berbagai keadaan yang kita alami saat ini.

Sebagaimana halnya petani, nelayan, maupun profesi lainnya di dunia ini, engkau dan akupun sedang beraktivitas tentunya, bukan? Engkau yang berprofesi sebagai pengajar, menjadi jalan sampaikan ilmu kepada anak didik yang sedang haus akan limpahan pengetahuan. Engkau yang berperan sebagai ibu rumah tangga, tentu paling bahagia karena menjadi salah satu jalan hadirnya senyuman bagi anggota keluarga lainnya. Ya, ketika engkau menciptakan menu masakan yang lezat, dan enak buat disantap.. Mmmm, It’s yummy. Aku seringkali ingin belajar terus menerus dari profesi seperti ini. Aku ingin belajar bagaimana seorang Ibu rumah tangga bisa sukses menjadi jalan tumbuhnya seorang anak untuk menggapai cita-cita tertingginya. Ya, di bawah asuhan seorang Ibu, kita dapat menyaksikan dengan mata  terbuka dan pikiran yang luas, bahwa begitu banyak orang-orang penting yang sukses dan berhasil bersama beliau. Ibu. Pribadi yang sungguh-sungguh aku kagumi semenjak dahulu. Hingga saat ini, aku pun bercita menjadi seorang Ibu yang baik.  Semoga harapan ini terus bertumbuh dengan segar dan berdaun kehijauan. Aku ingin meneladani semua hal tentang ibu. Ibu yang berjasa, ibu yang senantiasa aku damba. Ai!

🙂

Berulangkali engkau mengarahkan peneropong arah ke hadapan. Di kejauhan akan terlihat rute yang akan engkau tempuh. Lalu, engkau dapat bersiap semenjak saat ini, di sini. Lalu, memberikan perhatian pada arah yang akan engkau tempuh terlebih dahulu. Setelah semua itu engkau lakukan, maka melangkahlah untuk menuju ke arah tersebut. Melangkahlah. Sekali engkau melangkah, dua langkah berikutnya akan mengikuti. Dan yakinlah bahwa langkah-langkah yang selanjutnya segera berlari menjemputmu. Melangkahlah, namun jangan setengah-setengah. Agar, terasa indahnya saat mengayunkan kaki-kaki kiri dan kananmu. Melangkahlah dengan penuh, satu persatu. Walaupun langkah-langkahmu itu pendek jaraknya. Walaupun ayunan kakimu gemulai adanya. Dengan terus menggerakkan tangan, mengayunkan kaki, engkau dapat mencapai lokasi yang engkau ingin capai. Walaupun ternyata, tidak segera. Namun, engkau perlu terus melangkah. Kalau engkau benar-benar ingin menyelesaikan satu rute perjalanan yang saat ini ada di hadapan.

Adapun langkah-langkahmu itu adalah aktivitas demi aktivitas yang saat ini sedang engkau tekuni. Engkau yang saat ini menjadi pelajar, sedang menempuh masa pendidikan, teruslah melangkah. Langkah-langkahmu perlu yang terbaik. Ayunkan kaki-kaki tekadmu bersama senyuman berlandaskan niat yang terbaik. Memang, tidak selamanya tenteram dan teduh saat melangkah. Namun yakinlah di depan sana akan ada sebuah pohon rindang yang daunnya kehijauan. Dan engkau dapat berteduh di bawahnya, untuk sementara saja. Ketika engkau sedang melangkah, kaki-kakimu inginkan berehat sejenak. Lalu, melangkahlah lagi setelah engkau berteduh. Karena, selagi engkau belum sampai pada tujuan, maka langkah-langkahmu itu masih setengah. Selesaikanlah ia. Agar, satu persatu langkah-langkah yang engkau ciptakan, meninggalkan satu pesan bagi kehidupanmu. Jangan setengah-setengah saat melangkah, agar  mata yang memandang dapat menghayati pergerakan yang sedang engkau upayakan. Melangkahlah dengan sepenuh hati, sehingga hatimu menjadi penuh kembali. Walaupun adanya ia tidak lagi sampai setengah.

Hidupkanlah aktivitasmu hari ini, bersama langkah-langkah yang sedang engkau ayunkan. Dan teruslah bergerak untuk mengayunkannya. Selagi jalan masih membentang, tempuhlah ia dengan baik. Kemudian, temukanlah jalan lain yang dapat engkau tempuh pula, ketika satu jalan yang pertama telah engkau lewati.

Tetap bersiaga di persimpangan. Karena, dekat dengan persimpangan yang engkau temui, terdapat peluang bagimu untuk menentukan arah yang berikutnya. Jangan salah arah, jangan setengah-setengah. Kalau ingin lurus, pilihlah dengan sepenuh hatimu. Kalau ingin belok kanan pun begitu. Hanya setelah engkau mempunyai satu keputusan saja, engkau bertindak. Agar, apa yang engkau putuskan terasa jelas adanya. Kejelasan yang menitipkanmu bunga-bunga harapan untuk engkau taburkan di sepanjang jalan yang akan engkau tempuh kemudian.

Sempurnakanlah niat yang telah engkau ciptakan, dengan usaha nyata yang terus menerus dan berkelanjutan. Sebagaimana halnya langkah-langkah yang telah kita kupas sebelum ini. Langkah-langkah itu kalau sudah terayunkan, ia perlu berkesudahan. Jangan menggantung di angkasa, walaupun sangat dekat dengan tanah. Namun, yakinlah bahwa  langkah-langkah itu telah benar-benar tercipta, dibuktikan dengan adanya jejak-jejak yang jelas. Lalu, ciptakanlah teman-teman berikutnya dari jejak-jejakmu itu. Semakin banyak ayunan kaki yang engkau langkahkan, maka semakin banyak pula peluang bagimu untuk sampai pada tujuan yang telah engkau rancang.

Sesekali memang godaan datang dari sekitaran. Baik berupa sapaan ataupun hanya rangkaian senyuman yang tercipta. Semua itu berasal dari lingkungan sekitar yang sangat peduli dengan kita. Kita yang sedang berada dekat dengannya. Kita yang mempunyai kepentingan dan keperluan terhadapnya. Kita, yang hampir saja tidak kita sadari, ternyata telah ramai yang mengelilingi. Kita yang sebelumnya sedang asyik dengan pesona alam, ternyata ada yang memberikan perhatian. Kita, yang semula sedang melangkah sendiri, ‘rasanya’, namun nyatanya, ada yang sedang melangkah pula. Tepat di sisi kita, sangat dekat, banyak yang sedang meneruskan perjuangan diri. Dan ketika itulah, kita sedang mendapatkan perhatian. Ketika perhatian tersebut berlebih terhadap kita, sungguh hanya demi kebaikan kita. Kita pun akhirnya menerima input atas berbagai hal yang kita lakukan.

Kita dengan dua kaki yang bergerak bergantian, sedang belajar banyak hal. Kaki-kaki yang dengan akurnya saling memberikan kesempatan kepada sahabatnya untuk bergerak duluan. Tiada yang ingin lebih dahulu saat melangkah. Namun, mereka saling memberikan kesempatan. Ada saatnya kaki kiri di depan, kaki kanan di belakang. Pun sebaliknya. Semua akur dan menciptakan keakraban. Sehingga akhirnya kita dapat menyaksikan, bagaimana ia saat berjalan. Ia menjadi jalan sampaikan kita pada tujuan. Lalu, begitu pula halnya dengan sesiapa yang saat ini ada di hadapan, di kiri, di bagian kanan, pun di sisi bagian belakang.

Ada yang berada di hadapan kita, untuk kita jadikan panutan, teladan, dan kita belajar dari beliau tentang banyak hal. Ada pelajaran yang beliau bagikan secara cuma-cuma, dengan tanpa merasa sebagai guru. Lalu, kita pun menyimak dengan penuh pemahaman. Untuk benar-benar memahami, tata cara dalam menjalani kehidupan. Perlu memanfaatkan pemikiran, logika, perasaan, dan raga yang menjadi penopang kaki untuk sampai ke tujuan.

Ada saatnya kita melangkah bersama  kawan-kawan yang seumuran. Berbeda satu atau dua tahun lebih ataupun kurang, tidak kita jadikan sebagai jurang pemisah atau pembeda. Justru karena saling menyadari bahwa kita sama-sama sedang berjuang untuk mencapai satu tujuan, akhirnya kita saling berangkulan.

Terkadang teman ada yang membutuhkan bahan masukan, untuk menjadi pertimbangan. Maka kita pun dengan mudahnya mengalirkan hasil pikiran, berupa ilmu dan pengetahuan yang sebelumnya kita temukan. Membaginya adalah pilihan, agar semakin semarak jalan-jalan yang kita tempuh dari hari ke hari. Selain itu, ada pula masanya, kita menerima nasihat dari beliau yang lebih berpengalaman. Maka, perlu lebih mudah bagi kita untuk mengendalikan hasil pikiran. Karena, mungkin saja apa yang sebelumnya kita pikirkan, ternyata berbeda dengan apa yang beliau pikirkan. Yah! Itulah yang memperindah perjuangan.

Ada masanya kita memperoleh tambahan perbekalan dari beliau-beliau yang sedang berada sangat dekat dengan kita, saat berjalan. Beliau hanya inginkan kita memperoleh tambahan perbekalan. Agar, dapat kita pergunakan kapan saja kita membutuhkan.

Beliau menyelipkan kita bait-bait pesan, agar kita jaga dengan sebaik-baiknya. Untuk kembali kita jadikan sebagai penyegar ingatan terhadap beliau yang sangat peduli. Tiada yang beliau harapkan untuk kita, selain kebaikan. Itu saja.

So, kesalahan-kesalahan yang kita lakukan dan kita belum menyadari, berikanlah perhatian terhadap sesiapa yang mengingatkan. Justru karena kasih dan sayang beliau demikian melimpah, akhirnya sampai pula kepada kita. Beliau yang memberikan kita nasihat, sebagai masukan untuk kita pertimbangkan, untuk kita pikirkan, untuk kita perhatikan.

“Bawalah yang baiknya, tinggalkan yang tidak baik,” begini salah satu pesan Ibunda yang aku ingat, tentang pergaulan dan saat berinteraksi dengan sesiapa saja.

Kalau nelayan senang menangkap ikan di laut, karena nelayan tahu bahwa ikan sangat cerdas saat bergaul di lingkungannya. Walaupun asin air di laut, namun ikan tak mengasinkan dirinya sendiri. Namun, ia sangat tahu diri. Ia mengerti bagaimana cara menjalani kehidupan.

Sedangkan petani yang beraktivitas di sawah, tentu mempunyai cita untuk memperoleh hasil panen yang melimpah. Salah satunya adalah padi. Padi, dari padi kita dapat memetik hikmah. Ia semakin berisi, semakin merunduk. Ilmuilah pribadi padi. Padi merunduk karena ia sedang menjaga isi yang terdapat pada bulir-bulir buahnya. Buah yang beberapa lama kemudian, pun menguning dan siap panen.

Nah! Kalau kita? Melangkahlah saat ini dengan sepenuh hati. Untuk menjemput cita yang sedang melambaikan sayapnya untuk kita sentuh. Sayap-sayap cita yang lembut, sedang menanti untuk kita susul dengan lebih segera.

🙂 🙂 🙂


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”