Engkau Buku Bacaan, Aku Buku Tulisnya!


Selamat Datang Teman-teman....

Selamat Datang Teman-teman....

31 Desember 2011

Sore mulai beranjak senja, ketika saya menyempatkan waktu untuk menatap langit di sisi barat. Ya, dengan mengangkat wajah lebih tinggi, lalu membuka mata seraya menyibakkan kedua alis ini, maka pemandangan yang lebih indah di atas sana, dapat terlihat jelas. Yes! Ada mega di tepi langit, sore ini.

Mega itu berwarna jingga berhiaskan ungu yang menyebar di sekitarnya. Selain itu, juga ada warna kelabu yang tidak terlalu jelas, memang. Namun kalau kita memperhatikan dengan saksama, maka warna tersebut adalah kelabu. Opz! Ternyata tidak hanya warna jingga, ungu ataupun kelabu saja, teman. Ada juga warna putih yang tidak bening, memang. Bertemankan biru muda yang mensejajarkan diri, sungguh begitu istimewanya pemandangan langit saat ini. Kagum, terharu, bergembira, sumringah pun menampakkan dirinya lewat senyuman yang segera saya tebarkan. Bebaaaaaassss. Inilah saatnya untuk menunjukkan pada kehidupan, bahwa kita dapat pula menjadi seperti view yang baru saja. Ya, bersama warna-warni beraneka karakter yang menyapa diri, kita dapat menjelma jingga, putih, kelabu, biru maupun ungu. Namun, ada satu yang perlu kita simpan di dalam jiwa, tetaplah menjadi diri sendiri. Warna boleh beraneka yang datang menemui diri, namun kita perlu yakin akan warna alami yang kita bawa semenjak bayi.

Melangkahlah dengan kaki-kakimu sendiri. Tidak ada sesuatupun yang akan terjadi terkecuali engkau percaya pada diri sendiri”, begini bunyi potongan kalimat yang sempat saya ingat sampai kini. Kalimat yang saya hayati benar-benar, dari percakapan yang terjadi di antara dua insan yang saling mencintai. “Episode menonton, ternyata mampu menitipkan kita meski satu kalimat indah ya? Itupun kalau kita mau mengambil pelajaran darinya. Nah, kalimat tersebut saya pelajari, saya pahami, lalu sayapun membenarkannya. Sehingga akhirnya ia sampai pula di sini.

Ya, pada malam terakhir tahun 2011, saya akhirnya menonton sebuah drama korea berdurasi kurang dari dua jam. “Paradise Kiss”. Judulnya cantik yaa. Nah! Saya memperolehnya dari Mamy tercinta. Mamy baik dech. Akhirnya Yn selesai juga nontonnya. Padahal, Mamy sudah mengopikan semenjak lama. Tapi, masih dalam tahun 2011. Ai! Akhir saya baru menikmatinya setelah tahun 2011 menuju detik-detik terakhirnya. But, selamaaaat buat saya, yang tidak menunggu tahun 2012 dulu, untuk menonton.

***

Keesokan harinya…

Mentari tidak bersinar cerah hari ini. Bahkan, untuk sekadar menunjukkan dirinya saja, ia perlu usaha dan upaya yang optimal. Bertempur dengan awan gemawan yang seling menyelingi, mengerahkan kekuatan hanya untuk tersenyum pada bumi, ia pun tidak mampu. Ai! Mentariku, sayang. Engkau baik-baik saja, kan? Meskipun hari ini engkau tiada, saya akan terus melangkahkan kaki-kaki ini. Walaupun hari ini engkau terdiam dari sunyi, namun saya berjanji untuk selalu bergiat menemukan para sahabat kita yang lain. Karena tidak hanya engkau, sahabatku di dunia ini. Yakinlah, saya masih tersenyum hari ini. So, jangan pernah engkau meragukan lagi akan keberadaanku kini. Wahai mentari, hehehee…

Hari ini saya bertemu dengan para sahabat yang sedang bersenyuman sesama mereka. Lalu, saya-pun menyapa mereka satu persatu. Kita pun berkenalan, saling bergenggaman tangan, saling menyampaikan salam terindah. Bagaimana kabarmu hari ini, wahai sahabat?

Berjumpa dengan para sahabat yang baik dalam sebuah pesta? Ai! Siapa pula yang tidak bahagia. Termasuk saya, akan sangat bahagia berbunga-bunga di dalam jiwa, ketika berkenalan lalu bersenyuman dengan wajah-wajah yang penuh dengan motivasi itu. Wah! Senang berkenalan dengan para sahabat sekalian.

Hari ini, ternyata ada pesta di Gramedia. Sebuah pesta yang saya hadiri tanpa undangan. Ahahaa! Pesta yang paling berkesan seumur kehidupan saya di dunia ini. Pesta meriah dengan para undangan yang sungguh sangat mengagumkan. Bukan hanya kaum intelek yang hadir di sini, namun beraneka profesi sedang menikmati hidangan yang sedang disediakan. Oia? That’s true. Walaupun tidak semuanya adalah kaum intelek, namun saya yakin, semua undangan adalah para intelektual. Bahkan yang tidak diundang sekalipun, adalah beliau-beliau yang hadir untuk bertemu dengan orang-orang baru. Hohoo… pesta yang sangat mempengalamankan.

Pesta ini bukanlah pesta biasa. Pesta ini adalah pestanya para intelektual yang sangat ingin menjadi seorang yang bernilai dan berguna. Pesta ini adalah pesta yang dapat menjadi jalan kita untuk bersuka ria. Pesta ini adalah pesta kaum muda, kaum tua, kaum belia, kaum balita juga. Ya, karena dalam pesta kali ini, ada beragam usia yang saya jumpai. Ada banyak kenalan baru di dalam pesta ini. Ada banyak sahabat menarik di pesta ini. Namun, sang sahabat tidak akan pernah mau menyapa kita untuk pertama kali, kalau kita tidak menyapanya. Paling, ia hanya tersenyum saja di tempatnya berdiri. Ya, para sahabat tidak akan bergerak, berpindah ataupun berlari-lari menyambut kehadiran kita, karena mereka tidak punya kaki.

Oia, saya jadi ingat! Sebelum hadir di pesta ini, saya juga telah mampir di sebuah bioskop. Aaaaaa…. ternyata hari ini, perjalanan panjang telah terjadi. Lalu, ngapain saya ke bioskop? Yes! Ini kan hari libur, teman. So, otomatis tidak ada aktivitas di luar rumah, tadinya. But, semenjak kemarin saya juga libur. Sehingga seharian di rumah saja. Enggaaaaaaaa ada kemana-mana sama sekali. Lha? Memang enak! Tapiiiiiiii….. saya kan masih muda. Saya kan perlu melangkah. Saya juga perlu meneruskan cita. Saya juga mempunyai cinta. Saya juga ingin menjadi seperti teman-teman di sana. Saya juga perlu menambah wawasan dan menemukan pengalaman baru. Saya perlu meneruskan perjuangan. Saya punya kaki-kaki yang dapat saya gunakan untuk melangkah. Lalu, saya pun berjalan ke arah pintu. Kemudian menatap ke arah langit. Mendung, namun belum gerimis. Sesaat kemudian, gerimis mulai menari-nari. Ai! Saya tertarik untuk membersamainya.

Mengapa saya keluar rumah? Adalah untuk membersamai gerimis yang mengulurkan tangannya. Akhirnya, di bawah rintik hujan siang ini, saya berniat untuk keliling-keliling doang. Sesekali, saya angkat wajah ini, lalu memandang ke langit. Di sana, saya melihat sisa-sisa awan yang sedang tersenyum bahagia. Ia bahagia, teman… karena sukses mengalahkan sang mentari. Hingga kini, mentari masih belum kembali. “Ia sedang baik-baik saja”, yakinku.

Setelah lama berjalan, pasti kaki-kaki ini rasakan aura yang berbeda. Lalu, terpikirlah dalam hayal ini, untuk memanjakannya. Baiklah, wahai kaki-kakiku yang baik, mari kita ngangkot. Nah! Di sekitar tempat saya berjalan kini, ada dua pilihan angkot, teman-teman… 😀 Ada yang warnanya oren dan ada yang warnanya ijo. Lalu, saya mau pilih yang mana ya? Wait! Saya sedang menentukan pilihan. Konsentrasi. Alam sekitar mendadak hening seketika. Ia sedang menanti dengan penuh harap, tentang bagaimana keputusan yang akan saya sampaikan padanya.

“Kalau saya memilih angkot yang berwarna oren, nanti ia akan membawa saya ke arah Caringin, melewati BEC, Toko Buku Gramedia, dan sekitarnya. Lalu, saya tidak berpikiran untuk memilih angkot berwarna ijo untuk saat ini. Karena saya sedang tidak memikirkannya saja. Titik. Akhirnya, pilihan pun jatuh pada angkot berwarna oren. 😀 Yes! Si oren yang hampir setiap pagi, saya mintain tolong untuk mengantarkan saya ke “Bahagia”. Yes! Si oren yang hampir setiap pagi supirnya saya tanyai begini, “Nyampe Bahagia, Pak?”. Kalau sang supir menjawab “Iya” atau hanya menganggukkan kepala beliau dengan senyuman nan menghiasi wajah-wajah yang tidak lagi muda itu. Maka saya pun ikut dengan beliau. Namun kalau yang sebaliknya, maka saya sampaikan “Baik, terima kasih ya, Pak”. Saya tidak jadi ikut. Dan itu tandanya, saya perlu menunggu yang lainnya. Si oren yang baik, engkau sahabatku. But, hari ini saya tidak akan menanyaimu dan supirmu terlebih dahulu, Fren. Karena saya sudah tahu bahwa engkau akan membawa saya dan akan menyampaikan saya pada tujuan yang saya mau. Lalu, saya pun mencegat! Sebuah angkot berwarna oren siang ini. “Mari kita jalan-jalan teman…...”, sapa saya pada para sahabat yang membersamai, seraya tersenyum dan duduk manis di kursi paling ujung. Ya, karena lokasi yang saya tuju lumayan jauh. Jadi, pasti lama di angkotnya. Lagian ada macet di jalan.

Satu jam kemudian….. Dengan langkah-langkah kaki yang kembali bugar, bersama para sahabat, kami menuju mushala terdekat. Setelah sebelumnya, kami mampir dulu ke Pujasera untuk makan siang. Mmmm… benar-benar hari yang indah. Ketika mengedarkan arah pandang ke luar kaca, saya melihat masih ada tetesan gerimis kecil-kecil. Kayak salju, gitu… (Ngebayangin, lagi ada di Korea di musim salju. Kita menyentuh kumpulan salju nan memutih, lalu tetesannya mencair… ).

Silakan Teh-nya….”, hayalku buyar. Seiring dengan kedatangan pramusaji yang menghidangkan menu yang tadi saya pesan. Segelas teh bersalju. Diikuti dengan hadirnya sepaket nasi yang Subhanallah, “It’s yummy”. 😀 Alhamdulillah. Makan siang hari ini, saya menyisakan gelas kosong dengan hanya piring yang telah berhiaskan lukisan jemari. Ya, ada jejak-jejak yang ia tinggalkan di sana. Intinya, saya makan dengan sempurna. Bahagianyaaaaaa…… ketika menu itu tiada yang tersisa. Karena mubazir, bila ada makanan yang tersisa. Bukankah untuk mendapatkan semua itu, kita perlu perjuangan? Lalu, coba bayangkan bagaimana kondisi yang beliau-beliau alami di sana, yang tidak dapat menikmati menu yang sama dengan kita. Dapatkah kita membayangkan bagaimana teriakan-teriakan yang muncul dari perut-perut yang meminta untuk diisi? Dapatkan kita bertahan, dalam suasana yang demikian? Lalu, ketika rezeki kita mengalir berupa menu makanan yang sedang terhidang, adakah kita mensia-siakannya. Wahai diri… (Motivasi untuk diri sendiri, agar mensyukuri menu hari ini dengan cara menikmatinya, optimal: Mulai saat ini, makan dengan baik, ya.. Yan!) Yes! Saya bertekad untuk mengenangkan detik-detik makan siang seperti hari ini. Ketika saya menikmati menu dengan sebaik-baiknya. Ketika saya dengan segala kesyukuran diri, menyantapnya sepenuh hati. Nikmatnya sehat. Ya Allah… Terima kasih atas BimbinganMu dalam setiap langkah-langkahku.

***

Beberapa saat kemudian, azan Zhuhur berkumandang, dengan syahdu dari masjid terdekat. Lalu, saya-pun salat. Dan kemudian, mari kita menuju Be I Peeeeeeeeeeeeee. 😀 Ada dua orang satpam yang saya jumpai pertama kali, sebelum kaki-kaki ini menginjak di atas karpet nan empuk itu. Aha! Ada jadwal tayangan apa yaa, hari ini? Mmm… bagaimana kalau kita menonton “Hafalan Salat Delisa”, fren? Lalu dengan secepat kilat, kami memesan tiket. Alhamdulillah. “Masih ada, Mbak. Sekarang. Jam 12.45 WIB”, begini jawaban yang mengalir dari suara indah itu. Setelah saya menanyakan, “Sekarang, pukul berapa, ya Mbak?”. Setelah itu, dengan kekuatan cahaya, saya-pun melangkah lebih cepat menuju Bioskop 2. Lalu duduk manis di kursi bertitel; B-6 yang sedang melambai-lambaikan tangannya saat menyambut kehadiranku padanya untuk yang ke sekian kalinya. Ai! Sudah berapa kali kami berjumpa, ya? Saya tidak menghitung memang, sudah berapa kali saya menonton di bioskop. Namun, dalam moment istimewa seperti hari ini, saya sangat menikmatinya. Lalu, ia pun memelukku selama lebih kurang dua jam saja.

Sebelum azan Asar melantun indah dari suara para penyeru panggilan Illahi, saya sudah berada di alam terbuka lagi. Kini, saatnya menuju Gramedia. Karena Gramedia berlokasi sangat dekat dengan Be I Pe. Hanya memerlukan perjuangan dan kehati-hatian untuk menyeberangi jalan yang tiada pernah kosong itu, kalau kita datang dari arah Be I Pe. Pasti aja ada yang lewat. Lalu, kapan kita mau nyebrangnyaaaaaaaa………….. 😀 😀 😀 Dan dengan keberanian yang semakin meninggi, bersama para penyeberang lainnya, kelegaan menaungi ruang jiwa ini. Selamat, Ya…. Terima kasih ya Allah, untuk membimbing kami dalam melangkah, meski pada jalur yang bukan semestinya kami lalui. Engkau Maha Pengampun. Ya Allah, Selamatkan kami hingga tujuan akhir yang sesungguhnya dapat kami temui. Aamin ya Rabbal’alamiin.

***

Hari ini yang saya habiskan dari jeda di antara dua waktu salat, Asar menuju Magrib, belumlah cukup untuk sebuah perkenalan. Apalagi para sahabat yang mau saya kenali lebih dari sekian angka. Entah berapa banyaknya mereka. Pokoknya, nama-namanya banyaaaak banget. Saya sampai pangling. Ketika baru saja berkenalan dengan satu sahabat, yang lainnya segera mensenyumi. Senyuman mereka indah semuaaaa teman. Saya senaaaang. 😀 Bagi siapapun engkau yang sangat bersahabat dengan buku, pasti merasakan apa yang saya alami. Ai! Karunia dan anugerah terindah bagi sesama sahabat adalah ketika mereka berjumpa. Lalu, mereka mengisi kebersamaan dengan sebaik-baiknya. Berkumpulnya kita untuk mengambil peringatan.

Sebelum azan Magrib menyapa, saya sudah harus dan mesti keluar dari pesta nan memabukkan itu. Ya, karena saya perlu segera pulang. Tidak baik bermalam-malam di luaran, apalagi saya kan perempuan. Yes! Dalam perjalanan pulang, sebelum sampai ke rumah, seruan Illahi segera menyapa. Saya rindu ke Pusdai juga, ternyata. Ai! Lama sangat tak jumpa dengannya. Dari kejauhan, saya melihat rona mukanya sudah berubah. Yang dulu berwarna ungu muda, kini telah berubah menjadi krem. Mampir ah. Karena perjalanan masih panjang. Lebih baik salat dulu. Siapa yang dapat menyangka akan kehadiran malaikat maut. Bagaimana kalau hadirnya saat ini untuk memanggil? Sudahkah kita dirikan salat?  Sapaan sang muazin-pun, mencuri hatiku.

Adapun jeda antara dua waktu salat yang berikutnya, saya habiskan di masjid Pusdai. Kita kangen-kangenan gitu.. Trus, kita berpelukan lamaaaa banget. Sampai nangis-nangis dan tersedu-sedu. Bersama lantunan Q.S Ar-ruum yang terdiri dari enam puluh ayat, saya merasa lebih adem. Hati ini syahdu. Padahal belum mandi sore. Hehehee….  😀

***

Hari ini…

Setelah malam beranjak gulita, setelah kegelapan menaungi semesta, setelah banyak insan terlarut dalam buaian mimpi-mimpi panjangnya, setelah semua itu berakhir, mentari pun menunjukkan sinarnya. Hari ini, saya terbangun dari semua itu. Bersama sinar mentari pagi yang cemerlang dan indah, di bawah tatapnya yang mampu menyipitkan mata ini, saya pun melanjutkan langkah-langkah lagi. Bukan pada wilayah yang sama dengan kemarin yang penuh dengan kenangannya. Bukan pada jalan yang telah berlalu itu, bukan lagi dengan pesta yang saya hadiri tanpa undangan sebelumnya. Bukan itu. Karena hari ini adalah hari yang berbeda, teman. Hari ini adalah hari yang akan mempengalamankan dan membuat diri ini semakin mengenal, siapakah dia? Lalu, maunya apa? Untuk itulah, saya mampir di sini, meski beberapa lama saja. Untuk menyapamu, wahai sahabat maya. Semoga hari demi hari yang engkau jalani, menjadi lebih berarti. Membuatmu mengerti arti hadir diri di dunia ini. Enjoyourtime. Good Luck yach. ‘@-@

Aku? Engkau? Adalah salah satu dari tanda-tanda kekuasaan-Nya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Q.S Ar-ruum (30): 22)

🙂 🙂 🙂


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”