Ok, N347 Time


Ada sebaris pesan singkat dari Ayah, beberapa waktu yang lalu, “Ok, next time, …”

Pesan singkat yang maknanya sangat indah, apabila kita mau memetik kembang hikmah di dalamnya. Makna yang tersirat dalam kalimat yang tersurat. Rangkaiannya yang memang hanya beberapa kata saja, sungguh membuatku membuncah haru. Haru yang hadir, atas ketulusan dan kasih sayang yang beliau alirkan. Meskipun melalui beberapa huruf yang tersusun menjadi kata, sungguh melegakan.

Indahnya memahami, menghargai dan mengerti orang lain, akan kembali kita rasakan, saat kita mengembalikan semua kepada diri terlebih dahulu. Yah, sebelum mengambil sikap, sebelum membentuk perbuatan. Sehingga, jeda waktu yang kita pergunakan untuk menyusun kalimat, dapat kita manfaatkan dengan baik.

“Kalimat yang seperti apakah yang ingin kita baca kembali, setelah selesai merangkainya? Maka kalimat yang seperti itulah yang kita ciptakan”.

Teman, berkisah tentang perjalanan yang masih saya tempuh untuk menciptakan empat ratus empat puluh buah catatan, ada hikmah di dalamnya. Catatan yang hingga saat ini sedang menjelang hitungan ke tiga ratus empat puluh tujuh. Di dalamnya ada makna. Kalimat yang mesti tercipta lebih dari dua ribu dua belas karakter, sungguh banyak kiranya.

“Kata-kata termasuk karakter yang perlu tercipta, lebih dari dua ribuan, untuk sebuah catatan?”, begini engkau menegaskan.

“Iya, betul,” jawabku yang membenarkan, segera.

“Lha, buat apa? Kok mesti sebanyak itu? Lagian, beberapa baris saja, cukup, kan?” tambahmu pula.

“Bukannya beberapa kalimat tidak cukup, teman. Bukan pula tanpa alasan, saya melakukan semua ini,” ku berusaha menyampaikan apa yang tercipta dalam ruang pikir.

“Lalu, apa alasanmu,” engkau menyuapiku dengan sarapan berupa pertanyaan.

“Begini ceritanya… Boleh dong, kita sekali-kali bercerita, yah.. 😀 Meskipun hari-hari yang kita jalani bukanlah cerita. Namun, kenyataan yang sedang berada di depan mata. Awalnya, saya memang menulis blog, semau-maunya saja. Kapanpun, dengan tema apapun. Bebas. Pokoknya, ga ada angin, ga ada panas, ga pula hujan menitik gerimis, saya terus menulis. Xixiii, entah apa yang menyebabkan semua ini terjadi. Yang pastinya, ada saja yang menarik-narik jemari ini untuk mengulik si blog. Jelas, bukan karena kurang kerjaan.  Namun, karena sebuah tarikan, yang mengajakku untuk meneruskan perjalanan. Begitu pula dengan hari ini, hingga detik ini, teman. Saya mampir ke sini, untuk menyambut sapa suara hati yang ingin memberaikan beberapa baris kalimat. Suara hati.

Nah! Tanpa tujuankah? Tanpa maknakah? Walaupun memberai huruf dari hari ke hari bagi sebagian orang bukanlah tujuan, namun bagiku berbeda lagi. Dengan melakukan semua ini, kita akan menjadi tahu, ada apa dengan diri ini? Untuk menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang seringkali hadir menanyai diri, itulah salah satu tujuanku di sini. Agar, pertanyaan demi pertanyaan tersebut, tidak mengendap dimakan waktu. Agar pada saatnya nanti, saya pun tahu, bahwa saya pernah mengalami hal yang serupa. Sebagaimana yang terurai di sini. Lembaran maya yang mempertemukan kita.

Tujuan? Membaca sebuah kata bernama tujuan, kita tentu membutuhkan jalan. Tujuan yang semulanya saya beraikan, merupakan tujuan jangka pendek. Ia bernama misi, sebagai sarana untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Begitu, ya, begitu. 😉

Ketika tujuan jangka pendek sedang kita lakukan saat ini, tentulah tujuan jangka panjang semakin mendekat. Yes! Bukankah tiada yang dapat menempuh jarak bermil-mil, tanpa ia melangkah selangkah demi selangkah? Bukankah kita tidak akan dapat menemui tujuan akhir, kalau kita masih belum berjuang untuk menggerakkan jiwa, raga, dan pikir? Intinya, setiap catatan adalah jalan yang menyampaikan engkau, saya dan kita-kita pada tujuan.

Sejauh perjalanan, saat ini catatan yang berkarakter lebih dari dua ribu dua belas tersebut, hampir menjelang angka seratus. Ai! Enaknya, ketika angka satu tercipta. Tentang apakah bahasan yang akan tercipta, kelak? Judul pertama catatanku. Catatan pertamaku untuk meneruskan catatan-catatan yang berikutnya.  InsyaAllah. Hingga menjadi catatan yang tidak terhingga, jumlahnya.

Oke, sebagai sarana latihan dalam menyampaikan alur pikiran. Sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan. Sebagai jalan untuk merangkai senyuman, menjadi lebih indah lagi. Maka, catatan akan terus berlanjut. Ketika kesempatan masih membentangkan sayapnya dengan lebar, mari kita bertengger di atasnya. Sayap yang melambai dengan gemulai, dapat menjadi sarana pula bagi kita merehat saat kepenatan menghampiri raga. Dengan lambaiannya yang terus menebarkan kepakan. Kita dapat terus menikmati pemandangan di sekeliling. Memandang alam, menikmati sepoi angin yang bersemilir, itulah keindahan yang dapat kita saksikan, kemudian.

Teman, untuk bercerita dan berkisah, tentu kita membutuhkan pemahaman. Untuk dapat menyampaikan apa yang kita pahami, tentu kita memerlukan pengalaman. Untuk menemukan pengalaman, kita perlu menjalaninya terlebih dahulu. Lha, untuk dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik, pasti kita memerlukan ilmu dan pengetahuan. Agar, tidak segera kita berbalik arah, saat di depan ada halangan. Agar kita dapat menemukan solusi bersama teman-teman yang kembali menguatkan. Teman-teman yang bersedia mengalirkan energi terbaiknya, saat kita kelelahan dalam perjalanan. Wahai teman, selamanya engkau bermakna. Hadirmu untuk mengingatkan, apa maksud kita bertemuan dalam perjalanan.

Engkau yang juga menempuhi jalan kehidupan. Engkau yang mempunyai tujuan, pula. Engkau yang senantiasa bergiat untuk mencapai apa yang engkau cita. Bersamamu, ada secuplik kisah yang tercipta. Meskipun tidak sering kita berjumpa. Walau baru beberapa lama kita bersama. Meskipun tidak selamanya kita bertatap mata. Seyogyanya, di sana ada makna. Ada pesan yang dapat kita petik. Ada bunga senyuman yang sedang mengembang, setiapkali kita saling mengingatkan.

“Ok, next time, lebih berkoordinasi, ya,”  pesan Ayah.

Pesan Ayah, yang lebih mengetahui bagaimana cara menjalani kehidupan. Ayah yang telah berlumuran ilmu dan pengetahuan. Ayah yang pernah mengecap asam dan garam kehidupan. Ayah yang pernah mengalami masa-masa, sebagaimana yang kita alami saat ini. Ayah, beliau sungguh penuh dengan kepedulian.

Ketika membaca sebuah pesan yang Ayah tuliskan teruntuk kami yang berada bersama beliau, saya langsung teringatkan pada Ayah. Ayahku yang saat ini sedang berada nun jauh di mata. Ayah… beliau mengharapkan kebaikan bagi kita.

Rindu padamu Ayah… menembus jarak, mengalihkan perhatian waktu.

🙂 🙂 🙂


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”