Cukupkah bila senyuman yang engkau tebarkan menjadi wakil…


Cukupkah bila senyuman yang engkau tebarkan menjadi wakil keindahan jiwamu? Sampai semua orang tahu bahwa engkau adalah seorang yang baik. Hanya dengan menilai dari senyumanmu. Lalu, bagaimana caraku mengetahui kebaikanmu dan keindahan jiwamu, kalau bukan dari senyumanmu?

Lalu, sanggupkah engkau tersenyum lagi? Ketika engkau merasakan jiwamu itu terluka, perih. Karena ada sebilah sembilu kehidupan yang menyayatnya, menyentuh jiwamu dengan tajam wujudnya, lalu teririslah ia. Mampukah engkau?

Wahai sahabat. Tak ada pilihan lain yang mampu kita lakukan, selain tetap tersenyum. Meski wajahmu masih menitik airmata. Namun, balutlah jiwa nan terkoyak itu secepatnya. Agar ia tersenyum padamu. Karena engkau begitu peduli padanya. Ya, tak ada yang dapat merawatnya lagi, kecuali engkau yang menatanya. Jiwa yang sedang engkau bawa, adalah milik-Nya. Lalu, Allah telah memberimu kepercayaan atasnya. Maka, engkau mau bilang apa lagi? Ya, apa lagi alasanmu untuk belum mau menjaganya, merawatnya, memperindahnya, sampai pemiliknya tersenyum padamu. Karena engkau begitu telaten.

***

Jiwa-jiwa yang merdeka, takmengenal apa itu luka. Apalagi irisan sembilu kehidupan. Namun, jiwa-jiwa yang merdeka adalah mereka yang bebas dalam mengekspresikan dirinya. Meski untuk melakukan semua itu, ia mesti berjalan ke negeri-negeri terpencil sekalipun. Untuk menemukan arti, kehidupan.
Kenalilah ia…

Meski tidak mudah memang, untuk menemukannya. Namun, selagi engkau berusaha. Maka engkau dapat menjelang kehidupannya. Ya, kehidupan yang membuatmu pun ingin menempuhinya. Kehidupan bersama jiwa yang merdeka.

Wahai… Jiwa-jiwa yang merdeka adalah jiwa-jiwa yang mampu mengenali siapa ia. Lalu, buat apa ia ada? Sehingga tahulah ia, akan makna segala yang ia jumpa. Karena jiwa-jiwa yang merdeka, mampu menembus ruang kehidupannya. Lalu keluar dari ruang tersebut. Untuk dapat pula menyaksikan kehidupan di dunia lain. Ya, dunia yang sedang dinikmati oleh jiwa lainnya, di sana. Sehingga ia merdeka, benar-benar. Apalagi, saat kehadirannya di sana mendapatkan sambutan mesra. Maka semakin bahagia saja ia dalam mengisi detik waktunya.

Ya, itulah jiwa-jiwa yang merdeka. Tanpa kenal apa itu ‘putus asa, apalagi putus cinta’. Karena sesungguhnya, ia telah mengenal dan memahami apa itu cinta. Baginya, cinta adalah semesta, alam-Nya. Maka selagi ia masih menjadi mikro-nya alam ini, di sana pula ia menemukan cinta. Apa arti cinta, ada di dalam jiwanya.

Ketika amarah yang ia terima, ia menanggapi dengan diam. Karena baginya, diam adalah penenang. Maka, suasanapun menjadi tenteram. Karena, nyala api amarah meredup perlahan…, di hadapannya.

@jiwa yang tenang adalah jiwa yang penuh cinta.


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”