Kita Sahabat Selamanya


Hari ini, aku menemui sahabat lamaku.  Aku mengunjunginya karena aku rindu. Banyak rindu yang ingin aku tebarkan terhadapnya, sebelum kami bertemu. Dan akhirnya, kami benar-benar bertemu. Setelah sekian lama belum berjumpa lagi, pertemuan ini rasanya seakan mimpi. Masih belum genap rasa percayaku atas apa yang berlangsung kini. Yakinku pun berulangkali menyampaikan sapa padaku yang sempat terdiam untuk beberapa lamanya. Namun, aku hanya selipkan senyuman padanya. Ini karena sudah demikian memuncaknya segala rasa. Hingga tiada lagi kata yang mampu terangkai segera untuk mencurahkan. Iya, dengan berjumpa, aku sungguh bahagia.

Beliau, sahabatku yang telah lama meninggalkanku. Ya, semenjak kami berpisah beberapa tahun yang lalu. Belum genap lima tahun, namun sudah lebih dari dua tahun. Tepatnya, tua tahun lebih sebulan. Dua puluh lima bulan lamanya, kami belum lagi bersama. Waktu yang tidak sebentar memang, pun tidak begitu lama. Namun, serasa ada yang kurang dalam kehidupanku, ketika tiada dirinya bersamaku. Aku sungguh bahagia saat ini, akhirnya kami masih dapat bersama di dunia. Dia masih ada, begitu pula aku. Kami sama-sama masih mempunyai waktu dan kesempatan untuk menikmati segarnya udara pagi hari. Pagi ini, mentari yang bersinar turut tersenyum kepada kami yang sedang menukar kisah. Ya, banyak kisah yang saling kami pertukarkan. Kisah yang tercipta  selama kami belum lagi bersama.

Beliau merupakan sahabat terbaikku. Sahabat terbaik di negeri yang aku sangat asing. Beliau sangat berjasa terhadapku. Berjalan kami seringkali bergandengan, melangkah seringkali searah. Dan awal dari perpisahan kami, adalah saat aku kehilangan arah. Aku tersasar saat melangkah. Sedangkan beliau yang sedang bersamaku, mungkin tidak melihat arah yang sedang aku tuju. Dan aku baru menyadarinya, ketika aku baru bangun dari kondisi alpa yang ku alami. Ya, aku mungkin koma, pingsan atau apalah namanya. Dan yang aku ingat ketika itu adalah, kami masih bersama-sama. Namun, ternyata bukan begitu adanya. Setelah aku benar-benar sadar, ternyata sahabatku tiada di sisi. Aku berteriak di dalam hati, sedangkan mulutku terkunci. Aku ingin memanggil namanya dengan suaraku. Namun, seakan bisu, tidak dapat berucap walau sepatah kata. Aku hanya bisa memandangi sekeliling. Aku benar-benar kehilangan.

Kehilangan yang akhirnya berujung pertemuan, sungguh berkesan. Kini, kami saling bersenyuman. Senyuman yang ia tebarkan padaku, ingin ku jaga selalu di hati ini. Aku ingin melihat ia selalu tersenyum, bahkan untuk selamanya. Karena mentari pun tersenyum kepada kami.

Beliau, sahabatku yang sangat berjasa. Walaupun kami baru berjumpa di dalam perjalanan ini, namun seakan kami terlahir dari rahim yang sama. Walaupun orang tua kami berbeda, namun kami sehati semenjak awal bersua. Apa yang aku pikirkan ketika pertama kali bertukar suara dengannya?

Aku hanya bergumam, “Kita sama.”

Hingga tiada lagi perbedaan kami yang ku lihat. Walaupun sememangnya, perbedaan itu ada. Namun seakan sirna oleh lelehan permata yang akhirnya bertaburan.

Karena aku bahagia, maka aku menitikkan bulir bening permata kehidupan di hadapannya. Aku sungguh bahagia. Pertemuan pertama, sudah berurai airmata. Bagaimana mungkin, pertemuan yang berikutnya tidak akan berkesan? Sungguh, pengalamanku tentang pertemuan, tidak akan pernah sebanding dengan pengalaman saat bersua kembali dengannya. Beliau sahabatku, sahabat yang baik.

Beberapa saat yang lalu, aku menyapa beliau dengan panggilan yang sama. Ya, panggilan yang aku selipkan, sebagai wujud penghargaanku. Sapaan yang mengingatkanku pada hari-hari indah yang sedang kami rancang. Hari yang penuh kesan, pada masa berikutnya.

Mentari.

Kami Atsuma Clouds...

Kami Atsuma Clouds… (Photo credit: Tasayu Tasnaphun)

Entah bagaimaan perasaan yang ia alami saat ini, aku pun tidak dapat menerka. Namun dari pancaran sinar yang berasal dari sorot matanya, aku mengerti bahwa ia sangat bahagia. Senang rasanya hati ini, ketika menyadari apa yang sedang terjadi. Ada gumpalan ringan, sedang memenuhi rongga dada ini. Gumpalan yang akhirnya mencair, menyejukkan jiwa. Mengembun dan kemudian kembali menguap ke angkasa cita. Kami sama-sama berjanji, untuk saling menjaga hingga nanti. Kami perlu terus saling memperhatikan, agar kami dapat terus bersama. Saling mengingat satu sama lain, saat melangkah. Agar, kami dapat sampai ke tujuan dengan selamat. Selamanya, kami ingin dalam nuansa yang seperti ini. Bersama kedamaian hati yang terus saja memuji, mensenyumi, lalu ia menggumamkan sebait niat sebagai awal munculnya tekad.

Aku tidak pernah membayangkan sebelumnya, bahwa kami akan bertemu di jalan yang sama-sama kami lalui, saat itu. Aku yang sedang asyik melangkah, tiba-tiba memalingkan wajah ke sekitaran. Beliaupun sama, melakukan hal yang serupa. Akhirnya, kamipun saling berpandangan. Pandangan pertama yang berkesan, sungguh memesankan. Bahwa kami perlu segera mengabadikannya dalam ingatan. Agar, tidak mudah kami berpaling, sebelum berkenalan. Lalu, kamipun saling memperkenalkan diri.  Perkenalan yang singkat namun bersahabat. Perkenalan yang di dalamnya ada nasihat demi nasihat. Hingga akhirnya aku tahu, bahwa beliau adalah seorang yang hebat! Sungguh, baru pertama kali aku bertemu dengan pribadi yang demikian. Aku sungguh pangling, dan segera bersujud, dalam syukurku yang lebih hebat! Allaahu Akbar, betapa Allah sungguh berperan dalam setiap pergerakan yang kita upayakan.

Ada pertemuan, yang sedang Allah rancang, untuk kita jalani. Ada sahabat terbaik yang sedang Allah persiapkan untuk menjadi bagian dari hari-hari yang akan kita jalani. Untuk menjadi jalan sampaikan ingatan kita kepada-Nya, setiapkali kita mengalirkan ingatan pada sang sahabat. Satu wujudmu, namun banyak   pesan yang engkau sampaikan secara tidak langsung. Baik tersirat maupun tersurat, apapun yang engkau lakukan bermanfaat.

Beliau, sahabatku yang kini sedang berada di depan mata. Beliau sedang duduk dengan tenang. Kami masih merasa canggung, karena sudah beberapa lama tidak berjumpa. Ada yang belum aku tahu dari sikapnya, yang sedang ia perlihatkan saat ini. Seakan ada barisan kalimat yang ia ingin sampaikan padaku. Kalimat-kalimat yang aku yakini, sangat bermanfaat dan berharga. Karena memang demikian adanya. Namun hingga lebih dari beberapa menit, masih ku lihat wajah itu menunduk. Bukan karena ia tak mau, mungkin masih berpikir untuk menyampaikan padaku. Sedangkan aku, memahami kondisinya. Lalu, ku sapa beliau terlebih dahulu. Sama seperti dulu. Dengan sapaan yang telah aku lekatkan sebagai wujud dari penghargaanku. Sapaan seorang sahabat yang ingin berteman. Aku masih ingat, bagaimana ekspresi yang beliau tampilkan, ketika akhirnya kami kemudian terlibat perbincangan yang akrab. Seperti sudah lama bersama, padahal baru berjumpa.

Saling menukar pengalaman, berbagi perasaan. Ai! Akhirnya curhat-curhatan. 😀 Dan sukses menciptakan senyuman demi senyuman. Kini, kembali kami mengalami hal yang serupa. Namun berbeda dengan pada waktu awal perkenalan dulu. Kami demikian mudahnya menempatkan perasaan. Aku yang mengenal beliau, pun sebaliknya. Beliau penuh dengan pemahaman, sungguh pengertian. Masih seperti yang dulu, karakter yang aku tahu. Ai! Engkau sungguh mengesankan. Tepatlah kalau akhirnya kita sama-sama berjuang untuk menjaga persahabatan yang terlanjur tercipta. Semoga untuk selamanya, hingga akhir masa menjemput, kita pun berangkat ke negeri yang sesungguhnya, kampung halaman yang abadi. Dan saat ini, kita sedang melangkah menuju ke sana.

Mari, kita saling menguatkan, saat ada yang terlelah saat melangkah. Mari saling menyemangati, ketika ada yang tiba-tiba berkata bahwa ia merasa lemah. Bukankah pertemuan kita merupakan sebuah anugerah? Tiada yang terjadi, tanpa izin dari Allah… hanya saja, maukah kita terus berusaha untuk menjadikannya sebagai bagian dari sejarah? Sejarah yang akhirnya menjadi jalan hadirkan hikmah buat sesiapa saja. Karena kita sama-sama sedang melangkah di atas tanah yang sama, di bahwa kolong langit serupa. Dan dunia adalah jalan yang menjadi sarana bertemunya kita. Semoga hingga ke akhirnya, kita dapat saling berbagi.

Hanya dengan senyuman yang engkau tebarkan, semesta pun tersenyum lebih indah. Sebagaimana cita yang kita sempat ikrarkan, bahwa selagi kita mempunyai kemauan, maka ada peluang yang memberikan kita kesempatan. Dan hanya dengan keikhlasanlah akhirnya kita mampu mengabadikan persahabatan. Untuk menguatkan kita setelah sempat lemah. Untuk kembali membangkitkan ghirah pada beliau-beliau yang terus melangkah menggapai hidayah.

Bukankah kita pun sedang berjuang untuk meneladani pada pendahulu yang telah lama pergi? Ai! Mengingati semua, bangkitlah! Mari bangkit, namun  mulakan semua dengan membaca “Bismillaahirrahmaanirrahiim…”

Tersilap lidah dalam berkata, tidak dapat kita tarik lagi. Tercoret kalimat melalui tinta, mungkin masih dapat kita hapus. Namun, terucap niat di dalam hati, perlu kita usahakan dengan diri, agar menghadirkan bukti. Dan inilah salah satu prasasti tentang kita, persahabatan yang tercipta karena bertemunya hati. Xixxiii..

Aku mungkin akan mati, tiada lagi di dunia ini. Namun, aku ingin, ketika nanti aku benar-benar tiada lagi, masih ada yang tersisa sebagai bukti. Bahwa kita pernah bersua, bersama, dan menjalin persahabatan karena Ilahi. Buat sahabat terbaikku yang saat ini telah berada di sisiku lagi, ku ungkapkan bait-bait kalimat. Untuk membuatmu tersenyum lebih indah lagi. Selamat yaa…

Karena kehidupan kita bukan tanpa alasan. Pertemuan kita bukan tanpa tujuan. Perpisahan pun bukan tanpa pesan. Semoga kita menjadi lebih bijak dalam menghadirkan tindakan. Baik dalam bentuk rangkaian kalimat maupun kata-kata yang mengalir dari lisan. Karena semua akan kita pertanggungjawabkan kelak, pada hari pembalasan. Semoga, kebaikan kita lebih banyak dari kesalahan, agar dapat menjadi jalan selamatkan kita di hari akhir nanti. Nah, bersamamu sahabat, aku ingin mewujudkan niat ini. Walaupun tidak selalu di sini, semoga di sana kita mampu melakukan yang terbaik. Cukup dengan terus menghadirkan Allah di dalam hati, maka kita mau melangkah lagi setelah merasakan apa itu lelah.

Tetesan keringat yang bersimbah membasahi wajah, tangan, kaki, dan sekujur tubuh ini, semoga menjadi saksi atas apa yang kita usahai. Dengan sebaik-baiknya, tolong bantu aku dalam menjaga persahabatan kita. Karena aku tidak mungkin meneruskan perjuangan sendiri. Sebab kita telah bersama.

Untuk masa lalu yang telah kita tinggalkan, tentu banyak pesan yang ia titipkan. Bagi masa depan yang akan kita temui, tentu sedang membentangkan harapan untuk terus kita jaga nyalanya. So, apapun yang terjadi, teruslah ingat bahwa kita pernah bersama. Bersama di jalan yang bertaburan onak dan duri, terkadang sempat lengket di kaki. Melangkah di jalan yang lurus membentang, kita saling menebarkan senyuman terindah yang kita miliki. Sedangkan di jalan yang tanpa penerangan pun kita menjejakkan langkah-langkah ini. Hanya satu yang belum kita tempuhi, yaitu jalan yang dekat dengan jembatan shirathal mustaqiiim.  Jembatan yang membentang dengan kobaran api di bawahnya. So, setiapkali kita akan melangkahkan kaki-kaki ini, ingatlah akan ia.

Dan hadirmu sahabat, dapat menjadi jalan ingatkanku pada semua itu. Bahwa di dunia ini, kita tidak akan selamanya. Akan ada masanya kita menemui ujung usia, dan kita tidak akan pernah kembali lagi ke masa-masa yang seperti ini. Karena, masa kini akan segera berlalu. Lalu, apakah yang sedang kita dayakan dalam menjadikannya lebih bermakna? Bukankah kita percaya bahwa akhirat itu ada? Dan semua kita akan segera menuju ke sana. Hanya kita tidak tahu kapan waktunya, bisa saja sejenak lagi, esok ataupun lusa. So, tolong ingatkan aku senantiasa, akan hal ini. Maka engkau menjadi salah seorang sahabat yang ku kagumi. Sungguh, sosok sejati itu ada. Ada dalam impian dan harapanku semenjak lama. Dan kini, sosok tersebut sedang berada di sisiku. Tepat, dekat denganku.

Engkau yang aku kenali dengan tanpa rencana, hanya pernah terbersit ingatan di dalam asa. Bahwa engkau benar-benar ada. Setelah beberapa lama waktu bergulir, engkau pun kembali menyapa dengan barisan kalimat yang engkau susun. Untuk mengingatkanku pada kisah perjalanan kita. Perjalanan yang kita tempuh, memang tidak sehari, dua hari atau beberapa bulan saja. Sudah sekian lama waktu berganti, dan ia menjadi bukti. Bahwa kita pernah bertemu di jalan ini.

Oia, ketika nanti engkau mulai melangkah lagi, sesekali, tolong lihatlah, lihat ke sekelilingmu. Di sana sedang ada yang memperhatikanmu. Ada yang sedang tersenyum ke arahmu. Ada yang sedang menyapamu dengan lambaian tangannya yang gemulai. Tersenyumlah padanya, lalu sapalah ia dengan segera. Semoga bukan senyuman terakhirmu yang sedang engkau sampaikan pada sesiapa yang engkau temui. Namun, senyuman itu akan senantiasa baru dan bersemayam di dalam hati beliau-beliau yang engkau senyumi.

Untuk hari ini, ketika engkau sedang membersamaiku, aku ingin titipkan pula sebaris senyumanku untukmu. Senyuman yang dapat engkau jaga selalu, walaupun setelah saat ini kita akan kembali melanjutkan perjalanan. Engkau tetap di sisiku, sekalipun ragamu telah jauh melangkah. Karena keterbatasan kaki-kakiku yang mungkin saja tidak sanggup mensejajarimu. But, tolong ingatlah aku selalu, karena aku pun mengingatmu.

Sekalipun kita berbeda, namun selagi kita masih ada di dunia, masih ada cara untuk mengabadikan kebersamaan. Ingatku padamu, merupakan salah satu cara untuk mencipta pertemuan. Sekalipun engkau tiada di sini, namun engkau seakan duduk di sisi, memandangiku yang sedang tersenyum padamu.

Engkaupun tersenyum padaku, mentaripun tersenyum pada kita. Karena kita sama-sama menghargai makna kebersamaan. Kebersamaan yang tercipta karena pertalian ingatan yang tidak dapat diputuskan. Ya, kecuali kalau masing-masing kita sudah dalam kondisi tidak berdaya lagi, dan kemudian terbaring dalam lemah yang berkepanjangan. Sempurnalah sudah.

Nah! Pada waktu itulah, kita boleh pasrah dan berkata lemah. Sedangkan saat ini, masih dengan ekspresi yang gagah dan indah, apa yang sedang kita upaya untuk mensyukuri anugerah dari Allah?  Berterima kasihlah pada kehidupan yang sedang engkau jalani, dengan mengabdikan dirimu seutuhnya. Dan percayalah bahwa semua pasti ada hikmahnya. Hanya perlukan kerelaan dan ketulusan dalam menjalani apapun itu. Sungguh, dengan demikian hidup menjadi terasa indah dan berkesan.

🙂 🙂 🙂


“Pesan-pesan positif dan konstruktif, sangat berguna demi masa depan kita”